When fate gather... [story telling]

"ah ! itu dia ! cit cuit cuit cuit~",

"Maksud Regina-sama chain-ku ini?" Alfonze langsung tertawa mendengar bahasa burung Regina yang sudah jelas ngaco."Dia Vogel, chain sekaligus makhluk yang hampir membunuhku dulu." canda Alfonze.

"Itu sama sekali tidak lucu, bodoh," Vogel mematukkan paruhnya ke kepala Alfonze, tetapi disaat seperti ini Alfonze sedang tidak mau mencari masalah dengan chainnya itu.

Alfonze melihat Ivvi juga sudah ada disana. Vogel semakin bersembunyi dibelakang Alfonze ketika melihat tempat itu sekarang sudah menjadi ramai.

"siapa ?"

Alfonze terdiam sebentar. Berat rasanya untuk menjawabnya.

"Regina-sama dan Ceil-san, sangat cocok," jawab Alfonze sambil tersenyum sedih.

"Maksud Regina-sama chain-ku ini?"

ia mengangguk-nganggukan kepalanya

"Dia Vogel, chain sekaligus makhluk yang hampir membunuhku dulu."

Regina >>

regina menjauh beberapa senti dari bururng itu.
wajahnya menjadi agak pucat..

Ivvi masih dibelakang dan hanya mendengar...

kini ku sadar...

"Regina-sama dan Ceil-san, sangat cocok,"

"waaah...", ia hanya menatap alfonze

"aku dan Ceil-san berteman baik..", regina >>

"yang lainnya juga kan ?"

Ivvi yang mendengar itu, hanya tersenyum mendengar suara regina..

regina persis seperti Ibunya..
Mary-Jane...

Ternyata niat Alfonze untuk bercanda malah membuat Regina agak ketakutan.

"See? Candaanmu itu sama sekali tidak lucu," ejek Vogel pada masternya itu, kesal gara-gara mengungkit masalah lama lagi.

Alfonze jadi merasa bersalah juga baik pada Regina maupun Vogel.

"Maaf, aku hanya bercanda, Regina-sama," ralat Alfonze cepat-cepat. Tapi kenyataannya memang Alfonze hampir terbunuh oleh Vogel gara-gara sebuah kesalah pahaman.

"aku dan Ceil-san berteman baik.."

Alfonze diam saja, sesuai dengan dugaannya, masternya terlalu polos untuk mengerti apa yang dikatakannya tadi.

"yang lainnya juga kan ?"

"Maksudku bukan sebagai 'teman', Regina-sama. Tapi sebagai seorang...ng...apa yah namanya," Alfonze mulai mencari kata pengganti yang tepat untuk sebutan 'pacar', tapi belum sempat terpikirkan, Vogel sudah kembali mematuk-matuk keras kepala Alfonze.

"BODOH. Kalau kau memang menyukainya, jangan terlalu berterus terang seperti itu! Kau jangan bersifat terlalu baik seperti ini, Alfonze," Vogel terus-terusan mematuki kepala Alfonze sampai dia merasa benar-benar kesakitan.

"Maaf, aku hanya bercanda, Regina-sama,"

"hmh..", ia hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja.

"Maksudku bukan sebagai 'teman', Regina-sama. Tapi sebagai seorang...ng...apa yah namanya,"

regina hanya diam dan menunggu kelanjutan kalimat tersebut, ia hanya melihat vogel yang semakin mematuk-matuki kepala alfonze.

dan Ivvi menghembuskan nafasnya dengan lelah lalu mengeluarkan ponselnya dan menekan nama regina.

ting~ting~tringting~ ting

suara ponsel regina berbunyi, dan terlihat nama 'Ivvi' di layar ponselnya

"ah...", ia buru-buru menekan

GINGIN !

suara keras Ivvi terdengar di ponsel regina
entah apa yang dibicarakan Ivvi lewat ponsel itu, regina hanya menutup pembicarannya dengan tersenyum simpul.
ia kembali diam menunggu alfonze berbicara lagi.

"Maksudku bukan sebagai 'teman', Regina-sama. Tapi sebagai seorang...ng...apa yah namanya,"

Ceil yang dari tadi hanya terdiam dapat menangkap maksud dari ucapan Alfonze dan kata yang sedang dicarinya itu.

Lalu tiba-tiba ponsel Regina berbunyi dan terdengar suara Ivvi yang meneriakinya. Ia pun akhirnya mengambil kesempatan mengalihkan pembicaraan.
"Regina-san, tampkanya Ivvi-san khawatir sekali anda belum kembali."

"Regina-san, tampkanya Ivvi-san khawatir sekali anda belum kembali."

Alfonze mengangguk-angguk saja, membenarkan perkataan Ceil.

"Iya, sebaiknya kita kembali saja ke tempat semula," ajak Alfonze lesu, sambil menurunkan Vogel yang terus-terusan mematuki kepalanya.

Ah, lapar sekali rasanya. Ingin cepat-cepat makan dirumah

Alfonze membereskan perlengkapannya, dan dia ingat goggle-nya tertinggal di dekat tepi pantai.

"Regina-san, tampkanya Ivvi-san khawatir sekali anda belum kembali."

regina hanya diam, dan segera turun dari pondok itu tanpa suara yang terdengar dari bibirnya.

"terima kasih semuanya...sudah waktunya aku pulang...senang bisa berkenalan dengan kalian...maaf sudah merepotkan", ucapnya pelan

"dan untuk alfonze-san...tunjukanlah jika kau benar-benar mampu menjadi knightku..."

"Iya, sebaiknya kita kembali saja ke tempat semula,"

sebelum alfonze mengatakan itu, regina sudah berjalan kearah dimana bis diparkirkan.

Ivvi yang melihat regina pergi, cepat-cepat mendahului regina sebelum regina sampai disana.
lalu melihat kedua pria tersebut dari jauh, dan berlari menyusul regina.

"terima kasih semuanya...sudah waktunya aku pulang...senang bisa berkenalan dengan kalian...maaf sudah merepotkan"

Ceil hanya tersenyum kecil sambil memperhatikan Regina bersama Ivvi pergi menjauh. Di dalam hatinya, ia mulai menyadari perasaannya pada REgina.

"mungkin... aku suka padanya" pintanya dalam hati

"dan untuk alfonze-san...tunjukanlah jika kau benar-benar mampu menjadi knightku..."

"Tentu saja, Regina-sama," Alfonze menjawab sambil membungkuk sopan pada atasannya itu.

Alfonze sekarang kembali ke tepi pantai bersama Vogel. Khawatir gogglenya yang berharga diambil orang lain *lol*.

"Vogel... kau bilang tadi aku berhak mendapatkan apa yang aku inginkan bukan?" Alfonze menatap kepasir pantai, pandangannya kosong."Tapi aku tidak akan pernah mendapatkan apa yang aku inginkan. Karena itu takdirku."

Dia duduk di pasir pantai itu, memperhatikan luasnya laut, sangat indah.

Ivvi pun menyalakan bis itu dan mulai memasukan gigi, sebelum Ivvi menekan gas..ia melihat regina tertidur diantara muri-murid yang tertidur juga didalam bis.

lalu Ivvi tersenyum lelah melihat mereka, ia menyuruh maid untuk menyelimuti masing-masing murid yang tertidur.

dan Ivvi pun menekan gas pelan-pelan dan bis semakin jauh dari pantai, untuk mengantar anak-anak pulang kerumah masing-masing.