Log in
Similar topics
Who is online?
In total there are 3 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 3 Guests None
Most users ever online was 313 on Sat Oct 05, 2024 9:26 pm
Search
Latest topics
» Absensi di siniby Kaz Sun Sep 03, 2023 9:49 pm
» [Revive the Forum]
by Kuro Usagi Fri Sep 04, 2015 12:37 am
» Um.. hi, I guess?
by Kuro Usagi Fri Sep 04, 2015 12:35 am
» Do You Have Sixth Sense?
by Kurome Fri Jun 26, 2015 3:45 pm
» Website favorit kalian untuk baca komik online?
by Phantomhive_Earl Mon Oct 28, 2013 7:57 pm
» Biarkan Mata, Otak, Keyboard mengaum saat engkau mengetes mereka. xD~
by Phantomhive_Earl Mon Oct 28, 2013 7:56 pm
» Imaginary World
by Phantomhive_Earl Mon Oct 28, 2013 4:59 pm
» Komentar member di atas^
by Phantomhive_Earl Mon Oct 28, 2013 4:37 pm
» If you wish at fallen star, it will come true. Is that true?
by Phantomhive_Earl Sun Oct 27, 2013 3:56 pm
» Pengalaman Seram
by Phantomhive_Earl Sun Oct 27, 2013 12:48 pm
[Story Telling] Prologue : My Va.Ni.La
2 posters
Page 1 of 1
[Story Telling] Prologue : My Va.Ni.La
OOT : First RP, pertemuan pertama antara Dre dan Vandera
Timeline : Pagi hari, musim salju, kediaman keluarga Erland.
Hari bersejarah.
Ya. Hari bersejarah, kali pertama dan yang terakhir bagi seorang Synnistra Owayn Drokhte Perv untuk mengabdikan dirinya sebagai seorang Knight. Kau tahulah, bagi keluarga Drokhte -- maupun keluarga Knight yang lain, mengabdikan diri pada seorang Master merupakan hal yang wajib dilakukan. Kebanggaan. Kepuasan diri sendiri. Totalitas dan arti hidup.
Ah, jangan anggap perandaian tersebut berlebihan.
Itu hal yang wajar bila kau seorang Knight.
"Huff.."
Helaan napas ringan meluncur dari Dre kecil. Surai hitamnya yang kini tampak lebih rapih -- dengan bantuan gel rambut untuk membentuknya, tentu -- berpadu dengan nyala emas kelereng milik sang Knight muda. Sembilan tahun, cukup lama waktu berlalu baginya untuk sampai pada hari ini. Cukup lama baginya untuk sekedar tahu arti manner apabila ia akan bertemu dengan sosok Master yang akan ia layani. Makanya, lebih baik sedia payung sebelum hujan, bukan?
"Pengecekan terakhir.. harus sempurna."
Menggumam si anak, mentap pantulan diri di sebuah cermin besar. Bohong kalau Dre bilang ia baik-baik saja. Bertemu dan mengucap sumpah setia untuk orang yang belum pernah kau temui sebelumnya, tidakkah degup jantung seakan bertaluh? Dre akan menjawabnya dengan jujur.
Ya. Dia gugup. Tentu saja.
"Dre, kau sudah siap, sayang?"
Kalian boleh tertawa sekarang. Biasanya segugup apapun Dre di kala persiapannya bertarung melawan sang Ayah, Scivillo, ia akan tetap waspada. Tapi ini? Melonjak kaget insan itu, berjengit dan bergeser hingga beberapa centimeter dari tempatnya tegak semula. Menoleh dengan hati-hati, didapatinya wajah sang Ibu yang tengah menahan tawa.
"Fufu, ada apa Dre? Gugup di hari bersejarahmu," menghampiri buah hati satu-satunya, zamrud hijau Haile menatap Dre dengan bangga. "Tenang saja, Ibu juga sama sepertimu.. gugup di hari pertama sewaktu akan bertemu dengan mantan Master Ibu."
"Ah ya.. bohong kalau aku bilang tidak gugup. Gugup maksimal, bu."
Haile mengulum senyum, mengusap pelan surai hitam sang anak. "Santai saja, kalau Ayahmu melihat anak tunggalnya gugup begini.. bagaimana jadinya ya~" mengerjapkan mata, Dre kecil menatap Haile dengan horor. "Ibu bercanda Dre, toh Ayahmu juga gugup. Sayangnya~ dia tak pernah bilang padamu."
Dre melepas tawa kecil. Kembali mengecek totalitas penampilannya sebelum ia meraih tangan Haile. "Mrs. Haile Drokhte, would you mind escort me to the hall?" menunduk dan mengecup punggung tangan sang Ibu. Haile mengulum senyum lain, sebelum ia memberi jawaban. "Of course my dear.."
Nyengir tipis, Dre memposisikan bingkai kacamata hitamnya agar nyaman bertengger di singgasananya. Menghela napas sekali lagi, Dre kecil menyusuri ruangan tempat ia akan bertemu dengan -dia yang akan menjadi Masternya-.
Sembilan tahun, dan ia siap mengucap sumpah.
Sembilan tahun, dan ia siap mengabdi.
Sembilan tahun, dan ia siap menjadi seorang Knight.
Ya. Menjadi Knight yang sebenarnya. Mimpinya.
Timeline : Pagi hari, musim salju, kediaman keluarga Erland.
Hari bersejarah.
Ya. Hari bersejarah, kali pertama dan yang terakhir bagi seorang Synnistra Owayn Drokhte Perv untuk mengabdikan dirinya sebagai seorang Knight. Kau tahulah, bagi keluarga Drokhte -- maupun keluarga Knight yang lain, mengabdikan diri pada seorang Master merupakan hal yang wajib dilakukan. Kebanggaan. Kepuasan diri sendiri. Totalitas dan arti hidup.
Ah, jangan anggap perandaian tersebut berlebihan.
Itu hal yang wajar bila kau seorang Knight.
"Huff.."
Helaan napas ringan meluncur dari Dre kecil. Surai hitamnya yang kini tampak lebih rapih -- dengan bantuan gel rambut untuk membentuknya, tentu -- berpadu dengan nyala emas kelereng milik sang Knight muda. Sembilan tahun, cukup lama waktu berlalu baginya untuk sampai pada hari ini. Cukup lama baginya untuk sekedar tahu arti manner apabila ia akan bertemu dengan sosok Master yang akan ia layani. Makanya, lebih baik sedia payung sebelum hujan, bukan?
"Pengecekan terakhir.. harus sempurna."
Menggumam si anak, mentap pantulan diri di sebuah cermin besar. Bohong kalau Dre bilang ia baik-baik saja. Bertemu dan mengucap sumpah setia untuk orang yang belum pernah kau temui sebelumnya, tidakkah degup jantung seakan bertaluh? Dre akan menjawabnya dengan jujur.
Ya. Dia gugup. Tentu saja.
"Dre, kau sudah siap, sayang?"
Kalian boleh tertawa sekarang. Biasanya segugup apapun Dre di kala persiapannya bertarung melawan sang Ayah, Scivillo, ia akan tetap waspada. Tapi ini? Melonjak kaget insan itu, berjengit dan bergeser hingga beberapa centimeter dari tempatnya tegak semula. Menoleh dengan hati-hati, didapatinya wajah sang Ibu yang tengah menahan tawa.
"Fufu, ada apa Dre? Gugup di hari bersejarahmu," menghampiri buah hati satu-satunya, zamrud hijau Haile menatap Dre dengan bangga. "Tenang saja, Ibu juga sama sepertimu.. gugup di hari pertama sewaktu akan bertemu dengan mantan Master Ibu."
"Ah ya.. bohong kalau aku bilang tidak gugup. Gugup maksimal, bu."
Haile mengulum senyum, mengusap pelan surai hitam sang anak. "Santai saja, kalau Ayahmu melihat anak tunggalnya gugup begini.. bagaimana jadinya ya~" mengerjapkan mata, Dre kecil menatap Haile dengan horor. "Ibu bercanda Dre, toh Ayahmu juga gugup. Sayangnya~ dia tak pernah bilang padamu."
Dre melepas tawa kecil. Kembali mengecek totalitas penampilannya sebelum ia meraih tangan Haile. "Mrs. Haile Drokhte, would you mind escort me to the hall?" menunduk dan mengecup punggung tangan sang Ibu. Haile mengulum senyum lain, sebelum ia memberi jawaban. "Of course my dear.."
Nyengir tipis, Dre memposisikan bingkai kacamata hitamnya agar nyaman bertengger di singgasananya. Menghela napas sekali lagi, Dre kecil menyusuri ruangan tempat ia akan bertemu dengan -dia yang akan menjadi Masternya-.
Sembilan tahun, dan ia siap mengucap sumpah.
Sembilan tahun, dan ia siap mengabdi.
Sembilan tahun, dan ia siap menjadi seorang Knight.
Ya. Menjadi Knight yang sebenarnya. Mimpinya.
Syll N.O. Walf- Member
- Posts : 484
Points : 492
Join date : 2010-01-12
Location : Somewhere I Belong
Character Bio
Character Name: Synnistra Owayn Drokhte Perv
Status: Duke House Member
Job: Knight
Re: [Story Telling] Prologue : My Va.Ni.La
Time Line: Pagi hari, pada musim salju
Location: Kediaman Erland
Menyebalkan,
Vandera Nicotine Llavorsatzlich Erland, Sungguh sebuah nama yang terlalu berat untuk bocah kecil ini.
Berambut pirang bermata hijau, mengenakan jas setelan hitam di padu dasi kupu-kupu putih.
Mata memandang depan, Tangan di samping, jalan lurus tak bergeming. Sesekali berhenti untuk memastikan.
Di helanya nafas kecil, sembunyi sembunyi. Berharap tak ada yang melihatnya melakukan hal-yang-di-anggap-kurang-sopan itu.
"....Huff...hmm...bagaimana ini......"
Gumannya dengan cemas..Sudah dari tadi ia mondar mandir di depan ruang tamu..memutuskan akan masuk atau tidak.
Ia pun merogoh kantung sakunya, mengeluarkan sebuah permen bulat kecil, terbungkus dalam kertas alumunium keemasan, Favorite Vandera. si bocah menyeringai kecil dan membuka bungkusan dengan perlahan, di baliknya tertidur sebuah permen bulat merah bercahaya. perlahan ia mengambilnya dengan tangannya yang lain.
Namun, malang tak terkira. Sang permen meluncur begitu sajah dan hilang menggelinding di atas karpet, Vandera panik sejuta panik. Segera tiarap tak peduli Manner. Di benaknya hanya si merah bercahaya, permen Favoritnya. Yang terakhir.
"..........aaaaa......"
gumannya kesal, di bawah meja, di bawah kursi, di sepanjang lorong. Kosong, keberadaan permen itu seolah tersamarkan dengan karpet merah di sana. Vandera kecil diam tak bergeming. Hilanglah sudah.
"..hikss"
Tanpa di sadarinya beberapa tetes air mata mewarnai wajah putihnya. Matanya tetap menyisir , tangannya sibuk meraba-raba karpet. Bocah malang itu sangat di larang makan manisan, dan sekarang ia menghilangkan kesempatan terakhirnya untuk menikmati manisan itu.
Location: Kediaman Erland
Menyebalkan,
Vandera Nicotine Llavorsatzlich Erland, Sungguh sebuah nama yang terlalu berat untuk bocah kecil ini.
Berambut pirang bermata hijau, mengenakan jas setelan hitam di padu dasi kupu-kupu putih.
Mata memandang depan, Tangan di samping, jalan lurus tak bergeming. Sesekali berhenti untuk memastikan.
Di helanya nafas kecil, sembunyi sembunyi. Berharap tak ada yang melihatnya melakukan hal-yang-di-anggap-kurang-sopan itu.
"....Huff...hmm...bagaimana ini......"
Gumannya dengan cemas..Sudah dari tadi ia mondar mandir di depan ruang tamu..memutuskan akan masuk atau tidak.
Ia pun merogoh kantung sakunya, mengeluarkan sebuah permen bulat kecil, terbungkus dalam kertas alumunium keemasan, Favorite Vandera. si bocah menyeringai kecil dan membuka bungkusan dengan perlahan, di baliknya tertidur sebuah permen bulat merah bercahaya. perlahan ia mengambilnya dengan tangannya yang lain.
Namun, malang tak terkira. Sang permen meluncur begitu sajah dan hilang menggelinding di atas karpet, Vandera panik sejuta panik. Segera tiarap tak peduli Manner. Di benaknya hanya si merah bercahaya, permen Favoritnya. Yang terakhir.
"..........aaaaa......"
gumannya kesal, di bawah meja, di bawah kursi, di sepanjang lorong. Kosong, keberadaan permen itu seolah tersamarkan dengan karpet merah di sana. Vandera kecil diam tak bergeming. Hilanglah sudah.
"..hikss"
Tanpa di sadarinya beberapa tetes air mata mewarnai wajah putihnya. Matanya tetap menyisir , tangannya sibuk meraba-raba karpet. Bocah malang itu sangat di larang makan manisan, dan sekarang ia menghilangkan kesempatan terakhirnya untuk menikmati manisan itu.
Vanila- Member
- Posts : 1785
Points : 1799
Join date : 2010-01-28
Location : above hell under heaven.
Character Bio
Character Name: Vandera Nicotine Llavorsatzlich
Status: Duke House member
Job: Member of four duke house, Pandora Officer as Academy student,Contractor
Re: [Story Telling] Prologue : My Va.Ni.La
Gugup setengah mati.
Panik hati si anak berkecamuk.
Oh ayolah, bangkit diri sendiri dan hadapi kepanikanmu sekarang. Apa yang akan dikatakan calon Mastermu nanti kalau ia melihatmu begini? Pasanglah wajah yang menjual dan keluarkan senyum sejuta watt-mu untuk menjaga citra diri, bukan begitu?
Menghela napas. Dre kecil mengeratkan genggaman antara mungil tangannya dengan sang Ibu. Nyala kelereng emesnya menajam, dan Haile selaku Ibu, cukup bijak dengan membalas balik genggaman si anak tunggalnya. Mengulum senyum dan mengelus surai hitam Dre sesekali.
"Jangan tegang, Dre," tertawa pelan, Haile berbisik. "Anggap saja calon Master-mu nanti seorang wanita? Bukankah kau paling semangat dalam hal 'itu'... eh?" disinggung begitu, mau tak mau Dre menoleh dan nyengir tipis sembari malu-malu kucing. Bagaimana tidak? 'Itu' yang dimaksud oleh Haile pastilah mengenai tabiat Dre yang merupakan turunan rahasia dari sang Ayah.
"Ibuu.. jangan membuatku malu di saat seperti ini-lah."
Haile menahan tawa, melepas genggaman tangan Dre dan menunduk sejenak untuk mengecup dahi sang anak. "Ibu mengantarmu hanya sampai sini, selebihnya.. kau harus tentukan jalanmu sendiri. Mengerti Dre?"
Sebenanarnya, kalau boleh jujur, Dre masih enggan melepas tangan sang Ibu.. akan tetapi, dicernanya ulang perkataan Haile, diingatnya lagi ucap Scivillo yang tetap menancang kuat di benaknya 'Langkah awal seorang Knight dimulai dari saat ia melepas waktu akan saat sendirinya, bersumpah mengabdi hanya untuk satu Master, dan selamanya setia dan berpedang teguh akan jalan seorang Knight'.
Meraih kembali keyakinan dirinya, Dre mengumbar senyum dan mengecup pundak tangan Haile. Menunduk rendah selayaknya Knight muda akan melakukan pelayanan untuk Masternya. "Thanks, mother."
Langkah awal Dre yang -tadinya- terasa berat, makin lama semakin ringan. Terbukti, kerut di dahinya hilang dan yang tersisa hanyalah senyum sumringah.
Beberapa meter lagi menuju tempat yang akan menentukan hidupnya sebagai Knight, Dre kecil menangkap satu sosok. Bocah mungil, yang nampaknya tengah sibuk meraba-raba lantai. Uh, tergerak hati Dre, walau yang bersangkutan berpikir dua kali untuk menyapa atau berlalu begitu saja.
Begitu selama beberapa detik sebelum akhirnya ia memutuskan untuk membantu. Maka datanglah ia, menghampiri yang tengah sibuk mencari dan menyapa formal. "Ah.. ada yang bisa saya bantu, umm.."
Sulit.
Menentukan gender. Apakah yang ia tolong ini wanita, atau pria?
Panik hati si anak berkecamuk.
Oh ayolah, bangkit diri sendiri dan hadapi kepanikanmu sekarang. Apa yang akan dikatakan calon Mastermu nanti kalau ia melihatmu begini? Pasanglah wajah yang menjual dan keluarkan senyum sejuta watt-mu untuk menjaga citra diri, bukan begitu?
Kesan pertama menentukan segalanya.
Menghela napas. Dre kecil mengeratkan genggaman antara mungil tangannya dengan sang Ibu. Nyala kelereng emesnya menajam, dan Haile selaku Ibu, cukup bijak dengan membalas balik genggaman si anak tunggalnya. Mengulum senyum dan mengelus surai hitam Dre sesekali.
"Jangan tegang, Dre," tertawa pelan, Haile berbisik. "Anggap saja calon Master-mu nanti seorang wanita? Bukankah kau paling semangat dalam hal 'itu'... eh?" disinggung begitu, mau tak mau Dre menoleh dan nyengir tipis sembari malu-malu kucing. Bagaimana tidak? 'Itu' yang dimaksud oleh Haile pastilah mengenai tabiat Dre yang merupakan turunan rahasia dari sang Ayah.
"Ibuu.. jangan membuatku malu di saat seperti ini-lah."
Haile menahan tawa, melepas genggaman tangan Dre dan menunduk sejenak untuk mengecup dahi sang anak. "Ibu mengantarmu hanya sampai sini, selebihnya.. kau harus tentukan jalanmu sendiri. Mengerti Dre?"
Sebenanarnya, kalau boleh jujur, Dre masih enggan melepas tangan sang Ibu.. akan tetapi, dicernanya ulang perkataan Haile, diingatnya lagi ucap Scivillo yang tetap menancang kuat di benaknya 'Langkah awal seorang Knight dimulai dari saat ia melepas waktu akan saat sendirinya, bersumpah mengabdi hanya untuk satu Master, dan selamanya setia dan berpedang teguh akan jalan seorang Knight'.
Meraih kembali keyakinan dirinya, Dre mengumbar senyum dan mengecup pundak tangan Haile. Menunduk rendah selayaknya Knight muda akan melakukan pelayanan untuk Masternya. "Thanks, mother."
Langkah awal Dre yang -tadinya- terasa berat, makin lama semakin ringan. Terbukti, kerut di dahinya hilang dan yang tersisa hanyalah senyum sumringah.
Beberapa meter lagi menuju tempat yang akan menentukan hidupnya sebagai Knight, Dre kecil menangkap satu sosok. Bocah mungil, yang nampaknya tengah sibuk meraba-raba lantai. Uh, tergerak hati Dre, walau yang bersangkutan berpikir dua kali untuk menyapa atau berlalu begitu saja.
Begitu selama beberapa detik sebelum akhirnya ia memutuskan untuk membantu. Maka datanglah ia, menghampiri yang tengah sibuk mencari dan menyapa formal. "Ah.. ada yang bisa saya bantu, umm.."
Sulit.
Menentukan gender. Apakah yang ia tolong ini wanita, atau pria?
Syll N.O. Walf- Member
- Posts : 484
Points : 492
Join date : 2010-01-12
Location : Somewhere I Belong
Character Bio
Character Name: Synnistra Owayn Drokhte Perv
Status: Duke House Member
Job: Knight
Similar topics
» [Story Telling] Under the Wings of an Angel
» [Story Telling]The Three Informant
» [Story Telling] A Certain Day in Novadion
» [Story Telling]The Three Informant
» [Story Telling] A Certain Day in Novadion
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum