Before festival [RP]

Vandera hanya tertawa cekikikan mendengar Seira.
"Kurasa tak perlu, Lain kali kita suruh sajah dia"
kekeh Vandera.

Vandera hanya mengangguk saat Syn membenarkan Rambutnya.
"Hmm.. Kau bawa coklat"
Ucapnya pada Syn dengan senyum anak minta permen.

"Ehm...semua, bagaimana kalo kita main?"

"Main.."
Mendengar kata itu sajah sudah membuat bocah ini berfikir macam-macam. Bermain dengan cara Vandera.
dengan aturan..:
Vandera adalah pemenang << minta di tabok

"Main.."
Mendengar kata itu sajah sudah membuat bocah ini berfikir macam-macam. Bermain dengan cara Vandera.
dengan aturan..:
Vandera adalah pemenang << minta di tabok

"Takkan kuizinkan kau menang!! Kita akan main maraton!" teriak Selena.

Yak, sifat childish di pagi hari dimulai...

Noire hanya melihat orang-orang itu bertingkah ria. DI pikirannya saat ini hanyalah menghabisi Shion. Meski begitu demi menghormati orang-orang itu ia pun ikut bersama mereka.

"Marathon? tidak terima kasih. Fisikku tidak bagus" Ujarnya sambil tersenyum.

Vandera menyeringai.

"Syn.. akan menang, untukku"
Ucapnya santai seraya menepuk pelan knightnya itu. Lantas ia memberikan senyuman "MENANGLAH!!" pada knight malangnya.

Vandera sudah berkata, dan ia ingin menang...dengan mudah.

"Marathon? tidak terima kasih. Fisikku tidak bagus" Ujarnya sambil tersenyum.

"Noire-san jadi wasitnya aja yah?" pinta Selena.

"Syn.. akan menang, untukku"

"Aku tidak takut!! Mana Syn-mu itu?" tanya Selena, menantang Vandera.

*sigh* Dasar anak kecil, pagi-pagi sudah ribut.

"Kurasa tak perlu, Lain kali kita suruh sajah dia"

Nice. Very Nice. Dre bersyukur kalau ia lolos untuk hal yang satu ini.

"Hmm.. Kau bawa coklat"

Yang dilayani meminta coklat.

Oh ya ampun. Hingga kini Dre tetap mengagumi bagaimana sosok bocah yang tak lain tak bukan merupakan Masternya sendiri itu, sanggup mengendus wangi coklat yang bahkan nyaris tak terendus olehnya.

Mengangguk, dirogohnya saku dan mengeluarkan sebatang coklat. Coklat manis, tak terlalu pahit, tak terlalu manis, dan ya tentu saja, ia harus mengontrol kadar coklat harian Vandera. "Sebatang dulu, kalau kau sudah makan sarapanmu, akan kuberi yang lain."

Dan mau tak mau alis matanya naik sebelah untuk mendegar nada pertanyaan dan jawaban yang terlontar dari pita suara Vandera. Lalu adu mulut antar Vandera dan seorang lagi.

Dan ya, kau tahu? Berakhir dengan dia -yang lagi-lagi akan menjadi korban-. Setengah hati menerima, toh yang berwajib telah memintanya.
Uh-Oh, akan berakhir buruk, sepertinya.

".....kalau Master berkata, akan kulakukan apapun. Kapan kita mulai marathon-nya?"

".....kalau Master berkata, akan kulakukan apapun. Kapan kita mulai marathon-nya?"

"Sekarang!!" amuk Selena. "Pokoknya kita lari keliling mansion ini!"

Siapakah yang menang, Selena atau Syn?

Noire hanya mengiyakkan saja perkataan Selena. Toh, ia tidak ada pekerjaan pagi itu. Maupun bisnis yang harus dilakukan kepada Rien. Menyedihkan, semakin lama ia mulai jatuh cinta pada keadaan sekitarnya. Tidak boleh....

Melihat Vandera menyuruh Knightnya untuk berlari marathon, Noire tersenyum lagi.

"Sekali-kali lakukan dengan adil, Vandera. Kau yang berlari jangan Syn" Ujarnya sambil tertawa.

"Sekali-kali lakukan dengan adil, Vandera. Kau yang berlari jangan Syn"

"Ide bagus, Noire-san. Kau saja yang maju, Vandera!!" ucap Selena. "Semua orang itu harus sering olahraga pagi."

"Sekarang!!"
"Pokoknya kita lari keliling mansion ini!"

Uh.. sekarang? Dre harus berlari dengan pakaian lengkapnya seperti ini dan tanpa menggunakan sepatu lari? Cool. Kekanakkan sekali, sampai alis sang bocah mulai bermain ombak.

"Sekali-kali lakukan dengan adil, Vandera. Kau yang berlari jangan Syn"

Dan ya, harus menjawab apa ia jika sang kakak berkata seprti itu? "Maaf Lady Noire, kalau itu perintah Master, saya akan melaksanakannya hingga tuntas." mengumbar setiris senyum. Dre menatap balik lawan yang tengah ngamuk menantangnya berlari. Namun, agaknya ucapan Noire membuat sang tersangka berbalik. Klai ini lebih gawat, menyerang Vandera.

"Ide bagus, Noire-san. Kau saja yang maju, Vandera!!"
"Maaf sebelumnya, Master telah memberi tugas pada saya, jadi yang akan menjadi lawan berlari Anda adalah saya. Bukan Master, got it?"

Jangan tanya bagaimana Dre tahu, Vandera, Masternya tak akan suka dengan hal ini.

"Maaf sebelumnya, Master telah memberi tugas pada saya, jadi yang akan menjadi lawan berlari Anda adalah saya. Bukan Master, got it?"

"Ya sudahlah...ga masalah untukku." kata Selena tenang. "tapi lebih baik mastermu yang lari, bukan kamu."

Vandera tersenyum pada kakaknya.
"Nee-saan, untuk apa aku melakukan sesuatu yang membuang tenaga..^ ^, lagi pula.. toh dengan tubuhku yang seperti ini,aku sudah pasti kalah."
Ucap vandera tersenyum hormat pada kakaknya.

"Syn.. baiklah. Lebih baik kau mundur, Siapkan tabung oksigen aku akan berlari,"
Ucap Vandera menepuk Syn.

"Dan Tolong jangan panggil dia Syn, Hanya aku yang boleh memanggilnya begitu "
Ucap Vandera cemberut pada yang lain, <<< =))

"jadi... bagaimana ?"
ucapnya seraya melakukan pemanasan kecil.
Vandera memang dapat berlari dengan sangat cepat. namun Tubuhnya terlalu lemah untuk berlari terlalu jauh.

"lagi pula hanya sekitar sini kan,"pikirnya."ini pasti mudah" tambahnya dalam hati.

_____
LOL vandera cemburu =))

lagi pula hanya sekitar sini kan,"pikirnya."ini pasti mudah" tambahnya dalam hati.

"Coba saja..." Selena mengambil nafas panjang. "Siapa yang mau jadi wasit?"

"Syn.. baiklah. Lebih baik kau mundur, Siapkan tabung oksigen aku akan berlari,"

"Ap-apa?" secepat yang ia dapat respon, bola mata emas Dre mendepak terbuka. Menatapsnag Master dengan keputusan gilanya. "Tidak boleh! Bagaimana kalau kau sampai pingsan nanti?"

Maaf, bukan ia merendahkan kemmapuan sang Master atau apa, Dre hanya tak mau Vandera samoai kenapa-kenapa. Sumpah, itu saja. Tidak lebih, tidak kurang. Cemas pasti ada.

Tapi, apa yang mau ia katakan? Melihat Vandera yang telah bersiap-siap, mau tak mau Dre terpaksa mengalah dan menerima keinginan sang Master. "...kau yakin mau berlari? Belum terlambat untuk kugantikan." usaha terakhir, kalau toh Vandera menolaknya lagi, Dre hanya akan pasrah dan secepat kilat menyiapkan apa yang talah dipesan Master tersayangnya.

Lebih baik ia, seharusnya.

"Ehm, Syn...?" tanya Selena.

"Bagaimana kalau kau jadi wasit?"

Selena tampak sangat serius kali ini, kalahkan Vandera, pikirnya.

"Jangan panggil dia Syn.."
Ucapnya lagi membuang muka.


"Tenang sajah Syn, .."
Senyumnya.

"okayy..lady. jadi?"
tanyanya ,malas-malas. sesungguhnya Dia benar-benar memilih untuk makan coklat di kamarnya, namun sebuah tantangan. apalagi dari seorang lady. Bagaimana mungkin menolak, apa lagi...Nee-saan nya melihat juga Seira.

"Haihh...Pagi hariku," Pikirnya Dalam Hati.

"Jangan panggil dia Syn.."

"Baiklah, Vandera." Tampaknya Selena belum tahu kenapa Vandera terus membuang muka seperti itu.

"okayy..lady. jadi?"

"Jadi...kita akan mulai dihitungan ketiga...1...2...3!!"

Iyak, marathon dimulai...

Ini adalah hal paling mengherankan dalam hidup Vandera, Melakukan maraton ,oke, pesertanya Dia dan Selena ,ok, di dalam rumah ini,ok.

Namun, bukankah belum di tentukan garis start dan Finishnya.
dan lagi, mereka hanya harus berlari sampai pingsan,begitu?
Vandera menggeleng kepala.

Ia mengambil ancang-ancang pendek begitu mendengar aba-aba mendadak dari sang lady, tak tahu sampai mana ia terus berlari.
Ia berusaha mengatur pernafasannya.

"Sial! aku belum sarapan dan minum vitamin"
pikirnya.

"Kalau tanya start dan finishnya ya..disini, kita lari sekeliling lantai ini saja..."

Selena dengan tenang mulai memberi aba-aba.

siap...MULAI!!

"Ehm, Syn...?"
"Bagaimana kalau kau jadi wasit?"

Alis kanan naik sebelah, tentu. Dre menoleh dan menatap ia yang dipanggil Selena, seraya berujar menirukan Masternya. "No Syn. Dre untukmu, Nona. Akan kulakukan, kalian mau berlari dari mana hingga mana?"

Cemas makin menumpuk, walau Master-nya telah berkata
"Tenang sajah Syn, ..". Oh my, entah darimananya Dre dapat tenang kalau membayangkan akan terjadi sesuatu yang gawat nantinya. Diliriknya Vandera, diliriknya Noire, diliriknya insan lain yang -kalau kalian tak lupa- masih setia menetap di sana.

Jangan lupa dengan adegan di pagi hari yang ricuh itu, da?

"Kalau kau bilang begitu.. aku tak dapat menolak." terpaksa, setengah hati. Dre membenarkan letak posisi si persegi lagi, menunggu keputusan mutlak.

"Ada diantara kalian yang tengah memegang penghitung waktu?"

Yah.. dibilangnya ingin menunggu keputusan, tapi sayang beribu sayang. Detik berikutnya ketika ia tengah bertanya tentang penghitung waktu, aba-aba yang seharusnya ia utarakan keburu diambil alih oleh yang bersangkutan. Dre tak sempat berkata dan hanya dapat menyaksikan di mana Masternya langsung berlari, dan menyisakan ia yang teriak -- dan akhirnya malah ikut berlari mengejar di belakang sembari berseru.

"Oh astaga! Master kau belum sarapan!"

Yah, yang Selena lakukan hanya berlari pelan sejenak setelah start, menunggu Vandera.

"...Aku bingung harus menang atau kalah." pikirnya singkat.

"emm shion-san, kalau kau masih lemas bagaimana kalau kau meminum obat buatanku??"

Shion hanya tersenyum mengejek pada Seira. Dia ingin mengumpat lagi, tapi sesaknya masih belum sepenuhnya hilang.

"Jangan kau kira aku bodoh, nona. Aku bisa sembuh sendiri, dan aku tidak meminta perhatianmu," kali ini Shion tersenyum licik, dia menendang pintu yang dibelakangnya lagi, dan akhirnya rusak gara-garanya.

Shion memiliki fisik yang kuat, tetapi jika dia sudah dikurung didalam ruangan tertutup dan terkunci, maka fisiknya tidak akan berguna.

"ah..Shion, buka kancingnya agar dapat bernafas lega. Tinggikan kakinya untuk menambah darah. hmm apa Mungkin dia butuh nafas buatan?,"

"Ya...ya...terserahlah," Shion tidak mau mendengarkan perkataan dari orang-orang disana, dia kemudian malah menuju ke taman belakang sambil tetap membawa cambuknya.


Lokasi : Taman belakang

Shion duduk di kursi yang ada disana. Dia menarik nafasnya dalam-dalam, dan menghembuskannya lagi. Memang disini dia sama sekali tidak mempunyai teman, karena bisa dibilang Shion merupakan anak angkat dari keluarga Erland. Jelas orang lain banyak yang memusuhinya ditambah lagi kelakuannya yang menyebalkan.

Shion kemudian membaca sebuah buku bergambar langganannya. Tentu saja buku porno, yang isinya terdapat perempuan-perempuan dewasa yang sedang memamerkan lekukan-lekukan tubuhnya. Mungkin dengan melihatnya, mood Shion bisa kembali seperti semula.

"Kenapa Selena tidak dibeginikan saja ya?" Shion mulai menghayal, dia masih menatap buku itu.

Noire merasa terabaikkan saat selena dan vandera
mau lomba lari. Diam-diam ia melihat Shion berulah
lagi dan membuat pintu itu tambah rusak. Tidak
lama terbersit dipikirannya untuk mengerjai
pemuda itu lagi. Sekedar bersenang-senang saja,
untuk membuat harinya tampak lebih cerah dan
mengesankan. Maka dari itu, sang gadis diam-diam
mengikuti pemuda itu ke taman belakang.

Buku itu....

Mata Noire terbelak lebar melihat Shion duduk
dengan santainya di salah satu kursi dan dengan
enaknya membaca buku yang tentu saja ratingnya
adalah 18+. Penuh dengan gadis-gadis cantik yang
jelas dibayar untuk berpenampilan kurang sopan.

MESUM!

Kekagetannya bertambah saat Shion
menyuarakkan pikirannya bahwa ia ingin menyuruh
Selena bergaya seperti dibuku itu. Gila memang
benar-benar gila. Tapi toh gadis ini malah tertawa
agak keras.
"Gila" ucapnya disela-sela tawanya.
"Kuakui kau benar-benar hebat Shion, dan gila
tentu saja. Hahahha" Tawa Noire lagi.

Kuakui kau benar-benar hebat Shion, dan gila tentu saja. Hahahha"

"Tentu saja, tidak ada yang lebih hebat dariku," jawabnya narsis."Tapi dirumah ini sama sekali tidak ada yang menarik. Perempuannya saja masih bocah-bocah," Shion berpendapat asal.

Dia kemudian memegangi pipinya lagi, masih agak terasa sakit. Tadi malam Shion seperti biasa berjalan-jalan malam di kota Erland, ke klub dan tempat-tempat 'malam' lainnya. Dia ditampar karena kelakuannya yang kurang ajar oleh seorang wanita di suatu klub.

Hmh... mereka saja yang tidak pernah menyadari pesona Shion Adolph Erland ini,

Shion tersenyum-senyum sendiri, sangat percaya diri menganggap dia yang paling hebat di dunia ini.

"Kenapa Selena tidak dibeginikan saja ya?"

Selena yang sedang berlari dengan Vandera kebetulan memutar kebelakang, arah taman.
Dengan kebetulan juga, ia mendengar percakapan Shion dengan Noire...tentang buku 18+ itu.

"Dasar MASTER MESUM...!!" ucap Selena, agak jauh dari tempat Shion dan Noire berada.