RP [Unexpected meeting]

"I guess you are pretty close to the member of the
Erland".

"Well, you can say it." Ellen menyibakkan rambutnya yang pirang dan membiarkannya terhembus angin sore.

Terdiam, mendengar jawaban Ellen, Ashura hanya bisa sesekai menatap wanita yang ada di depan mata merahnya itu. Tanpa sadar, ujung bibirnya tertarik membentuk senyuman kecil meskipun hanya 1 cm.

"............... I guess the world do reall changes".

"............... I guess the world do reall
changes".

"Of course. World changes each day, even each second." balas Ellen pada Ashura. Mata ungunya yang tajam melembut dan dia tersenyum.

"That's good... But will the world changes to be better?". Merasakan tatapan wanita di depannya melembut terhadapnya, Ashura hanya bisa menatap kembali ke taman, melihat keceriaan dan kedamaian yang tergambar di wajah-wajah para warga yang sedang berkeliaran.

"That's good... But will the world changes to be
better?".

"We don't know that...And it is our job to make the world better, right?" jawab Ellen menatap cowok didepannya.

"Are you... The head of the Reisvoust?". Tanyanya sambil kembali menatap Ellen di depannya.

"Are you... The head of the Reisvoust?"

"Nah, not me. The head is Zeno of Reisvoust Household, my cousin." jawab Ellen menjawab pertanyaan Ashura. "Is something bothering you about me?" senyumnya.

"No... Just wondering". Ujarnya sambil menatap wanita di depannya. dengan mata merah darah segarnya itu. "I think that you people should change this world to be a better place for you all... As for me, I don't think I can't". Ucapnya sambil sedikit memalingkan wajahnya dari Ellen.

"I think that you people should change this world to
be a better place for you all... As for me, I don't think I can't".

"Why not?" tanya Ellen. "Even you're just a Chain...You have the power to change the world. To destroy it, or to make it a better place," jawab Ellen lembut. Dia mulai sedikit dapat merasakan sisi lain Ashura. "We, who lives here....We have the power to change the world. No matter who you are...."

Mendengar perkataan Ellen membuat Ashura terdiam. Ya, Ashura tahu akan hal itu. Hanya saja, Ashura merasa ia tidak bisa bergerak tanpa perintah dari kontraktornya. Apapun itu, sekecil apapun itu, Ashura tetap merasa harus melapor kepada kontraktornya apabila ia ingin melakukan sesuatu. Apapun itu.

"I know...". Ucapnya lalu terdiam kembali dan menatap wanita di depannya itu. "But, when I don't have a contractor... I have to go back to the abyss until someone summon me again...". Terdiam lalu menapa langit senja yang yang berada di atasnya. Ah, sudah berapa lama waktu berlalu?

"And, that will be a long time again for this world...".

"But, when I don't have a contractor... I have to go
back to the abyss until someone summon me again...".

"...." Ellen hanya terdiam dan menggenggam tangan Ashura yang terbalut dengan sarung tangan.

"Your existence isn't indicated with the existence of the contractor or not...Your existence is about yourself."

"And, that will be a long time again for this
world...".

"...I'd never know how does it feels to be trapped inside the Abyss...But I guess I understand how you feel."

Kaget, saat tangannya yang berlapiskan sarung tangan itu digenggam oleh wanita di depannya. Ashura tidak menyangka bahwa wanita di depannya ini akan menggenggam tangannya. Beruntung refleksnya tidak keluar. Tetapi kekagetannya hilang seketika saat mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Ellen.

"...". Tidak bisa berkata apa-apa. Ya, yang dikatakan Ellen memang benar. Hanya saja Ashura tidak mau karena tindakan bodoh yang akan ia lakukan bisa membuat Masternya berada dalam keadaan bahaya. Ashura hanya bisa menatap mata ungu wanita di depannya itu sebelum menatap ke bawah.

"...I'd never know how does it feels to be trapped inside the Abyss...But I guess I understand how you feel."

"... You shouldn't go or trapped in the abyss...". Ucap Ashura sambil menatap Ellen kembali. "You will face nothing other than fear and disaster".

"... You shouldn't go or trapped in the abyss..."

"That's a place we human never wished to go..." jawab Ellen sambil menatap lurus pada mata Ashura yang merah.

"You will face nothing other than fear and disaster".

"That's why we here...To face it. We here...To protect the place we're living...Right?" senyum Ellen lembut.

Tentu saja. Manusia mana sih yang mau pergi ke abyss? Ashura berani bertaruh kalau mereka tak akan bertahan selama 5 menit ketika masuk ke dalam abyss.

"Do you... Ever face it?". Balasnya masih menatap Ellen.

"Do you... Ever face it?".

"In fact, I have, once." jawab Ellen. Dia tidak yakin jika dia harus menceritakan hal ini tetapi akhirnya mulut mungilnya berbicara juga.

"To lose someone dear to you is like to face a thousand disasters in abyss. Have you ever feel it? The pain in the heart that won't go away..."

Diam. Kata-kata Ellen mengingatkan akan mantan-- lebih tepatnya almarhum kontraktornya dulu. Cecilia, kontraktornya yang sangat berarti baginya. Tetapi karena kebodohannya...

"... I have... Feel it". Ucap Ashura sambil sedikit memalingkan wajahnya. Terdapat rasa amarah dan kesedihan di mata merahnya itu, tetapi berusaha tidak ia tunjukkan kepada yang lain.

"... I have... Feel it"

Ellen yang bisa merasakan kepedihan dalam suara Ashura ingin berbuat lebih banyak lagi, tetapi tidak mungkin. Dia hanya terdiam sementara tangan Ashura digenggamnya lebih erat.

"Still...You have someone important now to protect, right? Vandera...Your contractor."

Ellen yang mengerti kesedihan Ashura teringat pada seseorang -- yang sangat penting baginya.

"...Giotto..."

Merasakan genngaman di tangannya semakin erat, Ashura hanya bisa terdiam dan menggenggamnya kembali. Tampaknya wanita di depannya bersimpati dengannya, tetapi sayangnya Ashura tidak menerima simpati dari orang lain... Yah, mungkin ini sedikit pengecualian.

"Vandera is someone who is important for me. But, they all have their own room in my mind...". Ucapnya sambil menatap kembali Ellen. Mengucapkan bahwa dirinya memiliki hati cukup sulit untuk dikatakan dan diterima untuk Ashura.

Sempat, telinganya mendengar sebuah nama keluar dari bibir wanita di depannya ini. Ah, apa itu nama seseorang yang berharga bagi Ellen? Ashura tidak bisa berkata apa-apa kecuali terdiam mendengarnya.

"Vandera is someone who is important for me. But,
they all have their own room in my mind...".

"Everyone have their own room in your heart, as well as my heart. But as time flies by, somebody would surely replace the place." gumam Ellen lembut.

"...But surely nobody can take his place in my heart..."

"... I doubt that". Ucapnya sambil sedikit memalingkan wajahnya. Bahkan sampai saat ini, Ashura masih terbayang akan sosoknya.

Karena bagi Ashura, setiap sosok yang hadir memiliki ruang tersendiri yang tak bisa digantikan oleh siapapun. Cecilia tidak bisa digantikan oleh Vandera, begitu juga sebaliknya. Vandera tidak bisa digantikan oleh siapapun kecuali Vandera sendiri.

"... I doubt that"

"Even somebody would surely replace someone's place, but there's always a place for whom is precious to us...More than everything," balas Ellen. Dia tahu betul apa yang dirasakan oleh Ashura.

Yah, bisa saja sih memang kejadian dimana kita bisa melupakan orang lain karena ada orang baru yang mengisi hari kita. Tetapi sayangnya itu kurang berlaku bagi Ashura dan memang benar apa yan dikatakan wanita di depannya ini tentang keberadaan seseorang yang sangat berharga dan tidak bisa digantikan oleh siapapun.

Tetapi Ashura hanya terdiam kembali mendengarnya. Tidak berkata apa-apa melainkan hanya menatap wanita di depannya itu.

"..."

Merasa dirinya ditatap oleh cowok yang jauh lebih tinggi darinya ini, Ellen membalas tatapan Ashura dengan senyuman yang lembut.

"I think I know what kind of pain you've been carried out in your heart...I guess I understand it..."

Ellen memilih kata-katanya dengan hati-hati, tidak ingin melukai perasaan Ashura. Tatapan mata Ashura memang mengingatkan Ellen akan seseorang. Rasanya, dia kembali berhadapan dengan orang itu...Pikirannya kembali melayang ke masa lalu...

"Are you really going, Giotto?" sang wanita dari Reisvoust Household ini bertanya pada seorang pria dengan rambut cokelat pirang, keturunan Italia. "I guess....The Illegal Chains are really out of control..." jawab pria berambut cokelat pirang ini. "But...Giotto..." Ellen tercekat. Waktu itu, dia hanya seorang Pandora Officer, sedangkan cowok di depannya ini seorang Elite Officer. Giotto berbalik dan dengan lembut mencium Ellen di pipinya. "Don't worry, I'll be back as soon as possible," senyum pria keturunan Italia ini. Ellen dengan mata ungunya menatap mata oranye kemerahan milik Pandora Elite Officer ini. "Promise me," katanya. "I will," balas Giotto.

Dia mengerti? Wanita di depannya ini mengerti? Hampir saja Ashura hendak menepis keyakinan wanita di depannya itu kalau ia tidak mungkin mengerti perasaannya. Beban yang selalu ia bawa kemana-mana, rasa bersalah karena telah gagal melindungi kontraktornya. Tetapi tidak, Ashura masih terdiam saat melihat tatapan gadis di depannya itu.

Yah, mungkin dia memang mengerti bagaimana rasanya kehilangan seseorang. Mungkin gadis bermata ungu ini juga pernah mengalami bagaimana rasanya kehilangan orang yang sangat ia kasihi. Sudah cukup sering kejadian tragis yang penuh darah itu terulang terus menerus di benak Ashura. Dan ia akui, ia terus terantai dengan hal itu.

Perlahan, tangannya yang tidak di genggam oleh Ellen itu mengelus pelan kepala Ellen. Karena Ashura bisa melihat dari matanya bahwa tampaknya wanita di depannya ini juga cukup menderita karena kehilangan orang yang penting baginya.

"..."

Merasakan tangan Ashura yang terbalut sarung tangan mengelus kepalanya, emosi Ellen bercampur aduk. Kepedihannya, kesedihannya, dan juga penyesalannya, kenapa waktu itu dia tidak menghentikan belahan hatinya untuk pergi. Ellen menahan air matanya untuk bergulir tetapi air matanya tetap jatuh, membasahi jalan taman.

"I always hold it...The regret because of his death...And the regret because I do nothing to stop it..." ujar Ellen lirih di tengah air matanya.