[RP]LATOWIDGE ACADEMY

"Aku yakin artinya Lilica Einverd!! HAHAHAHA...Jadi tak sabar melihat amukannya~"

Shein tertawa lagi. Memang, pasti artinya LILICA EINVERD. Itu menurutnya cukup keren juga. Sebagai tanda agar kepsuk itu tidak akan main-main lagi dengan keluarga Einverd, terutama Lilica dan Shein.

"Aku juga tidak sabar melihat reaksinya nanti," Shein masih memperhatikan kepsuk itu, kemudian menyadari suatu hal."Oh iya, kalian tidak masuk ke kelas? Bukankah biasanya habis upacara itu masuk kelas ya?" tanya Shein bingung.

"Kalianlah yang masuk kelas..Kami sih tidak..", Alice menunjuk Shein, Ivvi, rhea dan Lilica.

"Ya.. Shein, Ivvi, Rhea dan Lilica, kalian masuk kelas.."

"EH? KELAS?"

Shein tidak mengira dia harus ikut masuk kelas juga. Dia kan sedang menyamar, tidak tau apa-apa soal kelas dan yang lainnya di academy ini. Apa yang harus di lakukannya?

"bolos aja dripada di gorok ma guru guru yang lain? kita baru meng co.id kan kepsek loh" usul lilica

"gue pingin terbang naik aguila hahhah"

"EH?KELAS?"

"Lho? Kok kaget?", Alice heran melihat reaksi Shein yang kaget bahwa ia harus masuk kelas.

"LILICA..KAU MURID DISEKOLAH INI.. JADI KAU WAJIB KE KELAS..SEKARANG.."

"maaf yah menyuruh aguila untuk menghilangkan oksigen itu memakan energi" kata lilica

"satu satunya chara mencharge aguila adalah terbang jadi yah byee" kata lilica sambil kabur ke atap sekolah

"Et-to... aku kan belum pernah sekolah secara biasa. Aku tidak tau harus bagaimana," jawab Shein jujur.

Shein ketika masih kecil terlalu lemah untuk bersekolah. Untuk home -schooling saja dia malas, bagaimana sekolah biasa?

Lagi pula Shein sendiri agak trauma pada sekolah. Karena Shien dulu pernah mengajaknya ke sekolah, dan terjadi hal yang buruk. Trauma itu masih sedikit ada, teringat oleh Shein.

........... (trying to reconnect)

"......kelas ? apa itu ?", Ivvi bingungnya dengan sebutan kelas yang harus dimasukinya.

dari tadi orang ini tidak mendengar percakapan hanya diam sambil melempar-lempar spidolnya.

"oh ivvi! kau mau terbang ga?" tawar lilica

"ayo ke atap!" kata lilica sambil menggeret ivvi ke atap

"LILICA!!KESINI KAU!!....Astaga...", Alice geleng2 melihat temannya kabur ke atap sekolah.

"iya juga ya.. Yasudah, kau bolos saja dulu.. Tapi, nanti aku dan yukiji keruangan Osis ya.. Jadi terserah kalian saja. Kalau ketauan oleh guru, biar aku yang tangani..", Alice tersenyum licik, ia membebaskan Shein, ivvi dan rhea untuk bolos sesukanya. Tapi senyumannya lebih licik dari sebelumnya.

Alice mendengar ivvi bertanya padanya."Jangan katakan.. Ivvi juga tidak tau apa itu kelas ya?"
"Ivvi-sama, Kelas itu tempat dimana kita akan menuntut ilmu diberbagai bidang pelajaran.", Yukiji menjelaskan dengan santai.

"iya juga ya.. Yasudah, kau bolos saja dulu.. Tapi, nanti aku dan yukiji keruangan Osis ya.. Jadi terserah kalian saja. Kalau ketauan oleh guru, biar aku yang tangani.."

"ga ketauan kok ga bakal begitu sampai atap aguila akan terbang kok" kata lilica

"jadi aku bisa meninggalkan skul ini!" jawabnya

"yasudah lo aja sono..", Alice mulai agak jail.

"Nah..sekarang tergantung kalian..Oke, Shein, Ivvi, dan Rhea boleh tidak ikut pelajaran.."

"ada yang mau ikut?" tanya lilica

"btw ini di skul ini ada pel tata krama ga?"

"jadi aku bisa meninggalkan skul ini!"

"JANGAN!" kali ini Shein yang menjitak kepala Lilica itu."Kau tidak boleh bolos sekolah. Apa kata orang nanti melihat kelakuan member Einverd seperti ini? Belajarlah dengan giat, tuntut ilmu setinggi mungkin!"

Shein mulai menceramahi Lilica.

"makanya gue nanya ada pel tata krama ga?" tanya lilica

"kalo ada sih baru gue ikut" pikiran isengnya mulai muncul

"Shein, ivvi dan rhea mau masuk kelas..apa bolos pelajaran dulu?"

Alice dan yukiji es we te melihat sang "kakek" memarahi cucunya.

"Hari ini sepertinya tidak ada..."

"males deh!" ujar lilica

"bye shein! gue ga peduli!" katanya lagi sambil menjulurkan lidah

"bye shein! gue ga peduli!"

"HEI! KEMBALI KE SINI, NONA PEMBANGKANG! DENGARKAN APA KATAKU, ATAU...," Shein tidak sanggup melanjutkan perkataannya lagi, lelah berteriak-teriak terus.

"memang gara gara gue ini rebellion gue jadi punya reputasi kan?!!!" teriak lilica agak naik pitam

ya dia memang agak sensitif tentang hal bahwa dirinya itu rebellious

"mau mau gue kan?!!"

"....WOI..PADA MAU BOLOS PELAJARAN DULU..APA KAGAK?", Alice memberatkan suaranya. Ia agak 'marah' karena daritadi omongannya tidak didengar..
Alice kayak gini>>

"IYA MAU!" ujar lilica

"pada ikut ga?!"

"pada ikut ga?!"

"APA?! Kenapa semuanya jadi berpikiran untuk membolos? Mau jadi apa anak-anak sekarang?" Shein tidak percaya dengan apa yang di lihatnya.

Berbeda dengan jaman ketika Shein lahir, sekitar tahun 1700-an. Peraturannya sangatlah ketat, sehingga Shein mau tidak mau terus menurut pada peraturan. Tapi 100 tahun sudah berlalu, tentu para generasinya pun sudah jauh berbeda.


oot: error saya, salah nempatin malah di einverd house..awakakak

"hmmh...", Ivvi bagaikan anak kucing yang kesesat.

"sekarang aku harus ngapain ?", tanyanya datar, ia mulai merasa tidak nyaman lagi


kriuk~~

lapar...., Ivvi menatap perutnya yang sepertinya kosong.

Lokasi: atap sekolah
-----
Sementara itu..
"Hmm.. Cuaca hari ini cerah sekali. Memang nikmat untuk nikmat untuk tidur siang, ya?" kata Akiyuki. Jangan begitu, Aki. Kembalilah ke kelas. Nanti jika ada yang melihatmu disini gimana? tanya Hera pada Akiyuki.

"Mau gimana lagi?" balas Akiyuki. "Lagipula, tempat ini kan sepi. Pasti tidak ada orang yang akan ke sini juga, kan?"

Lokasi: atap sekolah
---------------------------------
Siapa yang tak kenal Philip? Pelajar Latowidge aneh yang terkenal aneh karena sering bergumam sendiri dengan hidung nyaris menempel pada buku tebal di tangannya. Di hari yang cerah ini, mood membaca Philip sedang berada pada puncak-puncaknya. Namun apa yang ia temui? Entah apa yang terjadi, perpustakaan tiba-tiba ramai pengunjung. Yah, Philip memang suka lupa diri kalau sedang membaca, tapi ia tak bisa menikmati bacaannya kalau dikelilingi banyak orang.

Maka atap sekolah yang sepilah yang menjadi alternatifnya. Duduk di pojokan, bersandarkan tembok tinggi yang berfungsi sebagai pagar, Philip membaca empat buku sekaligus. Tentunya keempat buku itu bertemakan satu, yaitu sains. Pemuda yang dianugerahi kejeniusan itu tak membutuhkan buku tulis maupun catatan. Sambil bergantian dari buku satu ke buku yang lain untuk kelengkapan data dan analisisnya, mulutnya menggumamkan hipotesa dan jemari tangan kanannya bergerak-gerak seolah sedang menghitung.