Log in
Similar topics
Who is online?
In total there are 28 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 28 Guests :: 1 BotNone
Most users ever online was 313 on Sat Oct 05, 2024 9:26 pm
Search
Latest topics
» Absensi di siniby Kaz Sun Sep 03, 2023 9:49 pm
» [Revive the Forum]
by Kuro Usagi Fri Sep 04, 2015 12:37 am
» Um.. hi, I guess?
by Kuro Usagi Fri Sep 04, 2015 12:35 am
» Do You Have Sixth Sense?
by Kurome Fri Jun 26, 2015 3:45 pm
» Website favorit kalian untuk baca komik online?
by Phantomhive_Earl Mon Oct 28, 2013 7:57 pm
» Biarkan Mata, Otak, Keyboard mengaum saat engkau mengetes mereka. xD~
by Phantomhive_Earl Mon Oct 28, 2013 7:56 pm
» Imaginary World
by Phantomhive_Earl Mon Oct 28, 2013 4:59 pm
» Komentar member di atas^
by Phantomhive_Earl Mon Oct 28, 2013 4:37 pm
» If you wish at fallen star, it will come true. Is that true?
by Phantomhive_Earl Sun Oct 27, 2013 3:56 pm
» Pengalaman Seram
by Phantomhive_Earl Sun Oct 27, 2013 12:48 pm
[omake]Raven's unknown past
Page 1 of 1
[omake]Raven's unknown past
Ini juga omake pertama saya
Sekedar memberi tahu asal-usulnya si Lacie kayak bagaimana
Silahkan di baca, douzo
Iseng di post juga di forum ini, soalnya masih berkaitan
Raven kaget sekaget-kagetnya melihat tulisan yang ada pada kaset yang di pegangnya.
“APA?! Namanya…,” Raven masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya terutama pada di bagian ‘pengarang’. Raven masih mangap melihat nama RAVEN Novadion. Bukankah tidak mungkin? Seharusnya Ravel Novadion bukan? Piker Raven saat itu.
Itu juga menjadi salah satu penyebab Raven begitu menyukai ‘Lacie Song’ selain gara-gara alunan musiknya yang benar-benar indah. Raven kebetulan teringat akan Lacie Song sehingga Raven sekarang ada di took tersebut. Tak terduga sebanarnya masa lalu dan hubungan seorang ‘Raven Reidsword’ dengan pencipta lagu tersebut ‘Raven Novadion’.
==================================================
Pagi itu Raven Novadion melamun sendirian. Dia terus memandangi bunga-bunga Lily putih yang ada di taman kediaman Elite Noble Novadion. Raven hanya tersenyum, pasrah karena dia tak bisa melakukan apapun lagi. Mata emerald green-nya menampakkan kesedihan yang mendalam dan rambut kuning terang sepunggungnya berkibar-kibar terkena hembusan angin.
“Aku…,” Raven mengacak-acak rambutnya sendiri, bingung dengan apa yang harus di lakukannya. Bajunya yang berwarna hijau-berdesignkan baju Victorian era di Inggris sekitar tahun 1700an-terlihat kusut.
Lalu entah kenapa, Raven mendengar. Ada suara orang bernyanyi? Raven melihat ke sebelah tamannya, terdapat gedung kuno milik Elite Noble EINVERD. Keluarga yang telah menjadi musuh besar keluarga Novadion. Raven membenci mereka semua kecuali Shein dan Shien. Anak kembar dari keluarga Einverd yang menjadi teman baiknya sejak Raven kecil.
Terdengar suara nyanyian wanita lagi dari gedung itu.
Raveng pun mendekati gedung itu, menerobos masuk melewati gerbang gedung itu dan segera masuk ke sana. Dia terjatuh juga ke semak-semak di bawah gerbang-gerbang tinggi tersebut.
Ternyata memang ada nyanyian. Lagu indah tersebut benar-benar artistic sehingga membuat Raven tertarik untuk menemui si pemilik suara indah itu. Seorang gadis. Gadis berambut hitam panjang, memiliki warna mata ungu dan benar-benar cantik tentunya.
Gadis itu kaget akan kedatangan Raven. Raven buru-buru memperkenalkan dirinya.
“Maaf nona, tadi saya kebetulan lewat di sekitar sini dan mendengar suara yang indah..,” ucapnya gombal,”Nama saya Raven Novadion, kalau boleh saya tau, nama nona siapa?”
Gadis itu berkata dengan malu-malu, tetapi masih terlihat tampang kesal padanya, “Lacie.”
“Lacie? Itu nama yang indah,” jawab Raven memuji dengan tulus.
Lacie hanya mengangguk-angguk saja mendengar pujian Raven, tampangnya tanpa ekspresi. Dia memakai gaun putih, sangat cocok dengan rambutnya yang hitam panjang. Lacie.
“Boleh aku bertanya sesuatu padamu, nona Lacie?” Tanya Raven lagi, pertanyaannya lebih sering di acuhkan olehnya.”Maaf, nona?” ulangnya lagi.
“Sesukamu saja,” jawab Lacie singkat. Raven mengangguk dan mulai memahami karakter Lacie.
“Kenapa kau ada di sini? Apakah kau member keluarga Einverd juga?”
Lacie menggeleng, dia mengambil boneka panda-nya dan memeluknya dengan erat,”Master menyuruhku. Master Shein. Dia menyuruhku untuk tinggal di sini..Sendirian,” jawabnya lagi.
Raven menggeleng. Itu tidak mungkin. Dia tau benar Shein yang mesum tetapi baik hati tersebut tidak akan menyuruh Lacie untuk tinggal di gedung tua ini. Tapi Raven hanyalah mengangguk, menerima semua kejadian yang telah terjadi.
“Jadi..ngg..Apa kau tidak kesepian? Seharian di sini? Kau suka musik?”
Pertanyaan tersebut terlalu banyak bagi Lacie, dia agak lama menjawabnya,”Kesepian? Aku..tidak tau,” butiran air mata Lacie mulai keluar tapi dia buru-buru menghapusnya,”Ya. Aku suka musik. Tetapi aku hanya bisa bernyanyi saja.”
Raven benar-benar merasa iba dan di dalam hati dia mengumpati Shein yang telah mengurung Lacie di dalam sana. Raven mencoba untuk mengajak Lacie keluar, tapi ternyata Lacie benar-benar loyal pada masternya dan tetap ngotot berada di sana. Akhirnya Raven menyerah, setiap hari dia berkunjung ke sana, memainkan piano untuk Lacie, menghibur dan menemaninya di sana.
“Piano itu..Benar-benar bagus!” mata Lacie berkaca-kaca saking kagumnya dengan bakat bermain musik yang dimiliki Raven. Raven hanya tersenyum, dia senang melihat Lacie juga pada akhirnya dapat tersenyum juga.
“Kau tau, Raven?” ucap Lacie tiba-tiba.
“Ya?”
“Aku sangat senang bisa bertemu denganmu, namamu indah sekali aku selalu teringat pada burung gagak setiap melihat matamu..Lalu..aku senang..Aku tidak sendiri lagi,” ucapnya panjang lebar.
Raven tersenyum, dia membuka pianonya lagi dan memainkan sebuah lagu yang belum pernah Lacie dengar.
“Ini lagu ciptaanku, kuberi nama Lacie Song, lagu untukmu,” ucapnya sambil menari-narikan jari-jemarinya di atas tuts-tuts piano.
Mata Lacie berkaca-kaca, itu pertama kalinya ada yang membawakannya lagu, apalagi sampai membuatkannya lagu. Dia merasa ada kehangatan di hatinya, hangat sekali membuat dia merasa nyaman.
==================================================
Peperangan antara keluarga Novadion dan Einverd telah mencapai puncaknya. Raven pun harus mau tak mau melawan Shein Einverd, sang leader keluarga Einverd. Dia sebenarnya tidak mau melawan temannya sendiri, tetapi itu semua demi kebaikan keluarga Novadion dan Lacie. Dengan berat hati Raven memulai semua pertumpahan darah ini.
Sayangnya keberuntungan tak ada pada keluarga Novadion. Raven meninggal dalam pertempuran itu. Dan adegan terakhir yang ada di otak Raven sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir adalah,
“Aku sangat senang bisa bertemu denganmu, namamu indah sekali aku selalu teringat pada burung gagak setiap melihat matamu..Lalu..aku senang..Aku tidak sendiri lagi,”
Lacie..Maaf..Aku tak bisa menemanimu lagi..
Dan tuhan..Jika aku bisa lahir kembali..
Kumohon..
Kumohon dengan sangat...
Kumohon agar namaku menjadi Raven lagi…
Semuanya..Hati ini..Lacie song..
Dan…
Kuharap Lacie selalu melihatku..
==================================================
Raven Reidsword tersenyum sendiri. Dia ke ge-eran melihat namanya nampang di kaset tersebut. Kemudian dia membaca sebuah tulisan di sana
“Percayalah..Jika kau memohon, keajaiban dapat benar-benar terjadi”
Raven tersenyum dan membawa segera kaset tersebut ke kasir.
==================================================
OKEH!
saya lelah sekali ngetiknya..jam 3 pagi, ukh..=__=
tolong di koment
saya dapet ide ini waktu lagi buat story RP chapter 1 buat forum sebelah..
jadi karakter RAVEN ini masih terkait dengan karakter-karakter saya yang lainnya di masa lalunya. Contohnya Shein dan Shien Einverd yang jadi chara saya juga
oh iya, si RAVEN mau komentar
Raven : "Kenapa saya harus mati di situ..."
Nightray : "Yah, sudah takdir dirimu. Mungkin di RP sini juga bakalan mati kok..Saya senang membuatmu terseiksa."
Raven : "..................."
Nightray : "Oh iya, tadinya saya mau buat lebih banyak untuk cerita rumit mereka bertiga(Shein, Shien, sama Raven), tapi tunggu reaksi pembaaca yah..Soalnya kayaknya jelek, gak di lanjut..==.."
ini dia wajah si RAVEN NOVADION(gomen saya males gambar)>>nama aslinya JACK BEZARIUS DARI PH
sifatnya gak jauh beda ama Raven Reidsword, cuman lebih terasa aja 'bangsawannya' sama itu..rambutnya panjang di kepang pula..==..kayak boboho..
Sekedar memberi tahu asal-usulnya si Lacie kayak bagaimana
Silahkan di baca, douzo
Iseng di post juga di forum ini, soalnya masih berkaitan
Raven kaget sekaget-kagetnya melihat tulisan yang ada pada kaset yang di pegangnya.
Judul : Lacie Song
Pengarang : Raven Novadion
“APA?! Namanya…,” Raven masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya terutama pada di bagian ‘pengarang’. Raven masih mangap melihat nama RAVEN Novadion. Bukankah tidak mungkin? Seharusnya Ravel Novadion bukan? Piker Raven saat itu.
Itu juga menjadi salah satu penyebab Raven begitu menyukai ‘Lacie Song’ selain gara-gara alunan musiknya yang benar-benar indah. Raven kebetulan teringat akan Lacie Song sehingga Raven sekarang ada di took tersebut. Tak terduga sebanarnya masa lalu dan hubungan seorang ‘Raven Reidsword’ dengan pencipta lagu tersebut ‘Raven Novadion’.
==================================================
Pagi itu Raven Novadion melamun sendirian. Dia terus memandangi bunga-bunga Lily putih yang ada di taman kediaman Elite Noble Novadion. Raven hanya tersenyum, pasrah karena dia tak bisa melakukan apapun lagi. Mata emerald green-nya menampakkan kesedihan yang mendalam dan rambut kuning terang sepunggungnya berkibar-kibar terkena hembusan angin.
“Aku…,” Raven mengacak-acak rambutnya sendiri, bingung dengan apa yang harus di lakukannya. Bajunya yang berwarna hijau-berdesignkan baju Victorian era di Inggris sekitar tahun 1700an-terlihat kusut.
Lalu entah kenapa, Raven mendengar. Ada suara orang bernyanyi? Raven melihat ke sebelah tamannya, terdapat gedung kuno milik Elite Noble EINVERD. Keluarga yang telah menjadi musuh besar keluarga Novadion. Raven membenci mereka semua kecuali Shein dan Shien. Anak kembar dari keluarga Einverd yang menjadi teman baiknya sejak Raven kecil.
Terdengar suara nyanyian wanita lagi dari gedung itu.
Raveng pun mendekati gedung itu, menerobos masuk melewati gerbang gedung itu dan segera masuk ke sana. Dia terjatuh juga ke semak-semak di bawah gerbang-gerbang tinggi tersebut.
Ternyata memang ada nyanyian. Lagu indah tersebut benar-benar artistic sehingga membuat Raven tertarik untuk menemui si pemilik suara indah itu. Seorang gadis. Gadis berambut hitam panjang, memiliki warna mata ungu dan benar-benar cantik tentunya.
Gadis itu kaget akan kedatangan Raven. Raven buru-buru memperkenalkan dirinya.
“Maaf nona, tadi saya kebetulan lewat di sekitar sini dan mendengar suara yang indah..,” ucapnya gombal,”Nama saya Raven Novadion, kalau boleh saya tau, nama nona siapa?”
Gadis itu berkata dengan malu-malu, tetapi masih terlihat tampang kesal padanya, “Lacie.”
“Lacie? Itu nama yang indah,” jawab Raven memuji dengan tulus.
Lacie hanya mengangguk-angguk saja mendengar pujian Raven, tampangnya tanpa ekspresi. Dia memakai gaun putih, sangat cocok dengan rambutnya yang hitam panjang. Lacie.
“Boleh aku bertanya sesuatu padamu, nona Lacie?” Tanya Raven lagi, pertanyaannya lebih sering di acuhkan olehnya.”Maaf, nona?” ulangnya lagi.
“Sesukamu saja,” jawab Lacie singkat. Raven mengangguk dan mulai memahami karakter Lacie.
“Kenapa kau ada di sini? Apakah kau member keluarga Einverd juga?”
Lacie menggeleng, dia mengambil boneka panda-nya dan memeluknya dengan erat,”Master menyuruhku. Master Shein. Dia menyuruhku untuk tinggal di sini..Sendirian,” jawabnya lagi.
Raven menggeleng. Itu tidak mungkin. Dia tau benar Shein yang mesum tetapi baik hati tersebut tidak akan menyuruh Lacie untuk tinggal di gedung tua ini. Tapi Raven hanyalah mengangguk, menerima semua kejadian yang telah terjadi.
“Jadi..ngg..Apa kau tidak kesepian? Seharian di sini? Kau suka musik?”
Pertanyaan tersebut terlalu banyak bagi Lacie, dia agak lama menjawabnya,”Kesepian? Aku..tidak tau,” butiran air mata Lacie mulai keluar tapi dia buru-buru menghapusnya,”Ya. Aku suka musik. Tetapi aku hanya bisa bernyanyi saja.”
Raven benar-benar merasa iba dan di dalam hati dia mengumpati Shein yang telah mengurung Lacie di dalam sana. Raven mencoba untuk mengajak Lacie keluar, tapi ternyata Lacie benar-benar loyal pada masternya dan tetap ngotot berada di sana. Akhirnya Raven menyerah, setiap hari dia berkunjung ke sana, memainkan piano untuk Lacie, menghibur dan menemaninya di sana.
“Piano itu..Benar-benar bagus!” mata Lacie berkaca-kaca saking kagumnya dengan bakat bermain musik yang dimiliki Raven. Raven hanya tersenyum, dia senang melihat Lacie juga pada akhirnya dapat tersenyum juga.
“Kau tau, Raven?” ucap Lacie tiba-tiba.
“Ya?”
“Aku sangat senang bisa bertemu denganmu, namamu indah sekali aku selalu teringat pada burung gagak setiap melihat matamu..Lalu..aku senang..Aku tidak sendiri lagi,” ucapnya panjang lebar.
Raven tersenyum, dia membuka pianonya lagi dan memainkan sebuah lagu yang belum pernah Lacie dengar.
“Ini lagu ciptaanku, kuberi nama Lacie Song, lagu untukmu,” ucapnya sambil menari-narikan jari-jemarinya di atas tuts-tuts piano.
Mata Lacie berkaca-kaca, itu pertama kalinya ada yang membawakannya lagu, apalagi sampai membuatkannya lagu. Dia merasa ada kehangatan di hatinya, hangat sekali membuat dia merasa nyaman.
==================================================
Peperangan antara keluarga Novadion dan Einverd telah mencapai puncaknya. Raven pun harus mau tak mau melawan Shein Einverd, sang leader keluarga Einverd. Dia sebenarnya tidak mau melawan temannya sendiri, tetapi itu semua demi kebaikan keluarga Novadion dan Lacie. Dengan berat hati Raven memulai semua pertumpahan darah ini.
Sayangnya keberuntungan tak ada pada keluarga Novadion. Raven meninggal dalam pertempuran itu. Dan adegan terakhir yang ada di otak Raven sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir adalah,
“Aku sangat senang bisa bertemu denganmu, namamu indah sekali aku selalu teringat pada burung gagak setiap melihat matamu..Lalu..aku senang..Aku tidak sendiri lagi,”
Lacie..Maaf..Aku tak bisa menemanimu lagi..
Dan tuhan..Jika aku bisa lahir kembali..
Kumohon..
Kumohon dengan sangat...
Kumohon agar namaku menjadi Raven lagi…
Semuanya..Hati ini..Lacie song..
Dan…
Kuharap Lacie selalu melihatku..
==================================================
Raven Reidsword tersenyum sendiri. Dia ke ge-eran melihat namanya nampang di kaset tersebut. Kemudian dia membaca sebuah tulisan di sana
“Percayalah..Jika kau memohon, keajaiban dapat benar-benar terjadi”
Raven tersenyum dan membawa segera kaset tersebut ke kasir.
==================================================
OKEH!
saya lelah sekali ngetiknya..jam 3 pagi, ukh..=__=
tolong di koment
saya dapet ide ini waktu lagi buat story RP chapter 1 buat forum sebelah..
jadi karakter RAVEN ini masih terkait dengan karakter-karakter saya yang lainnya di masa lalunya. Contohnya Shein dan Shien Einverd yang jadi chara saya juga
oh iya, si RAVEN mau komentar
Raven : "Kenapa saya harus mati di situ..."
Nightray : "Yah, sudah takdir dirimu. Mungkin di RP sini juga bakalan mati kok..Saya senang membuatmu terseiksa."
Raven : "..................."
Nightray : "Oh iya, tadinya saya mau buat lebih banyak untuk cerita rumit mereka bertiga(Shein, Shien, sama Raven), tapi tunggu reaksi pembaaca yah..Soalnya kayaknya jelek, gak di lanjut..==.."
ini dia wajah si RAVEN NOVADION(gomen saya males gambar)>>nama aslinya JACK BEZARIUS DARI PH
- Spoiler:
sifatnya gak jauh beda ama Raven Reidsword, cuman lebih terasa aja 'bangsawannya' sama itu..rambutnya panjang di kepang pula..==..kayak boboho..
Alfonze Alger- Admin
- Posts : 10769
Points : 11096
Join date : 2009-06-18
Age : 32
Location : Bandung
Character Bio
Character Name: Alfonze Alger
Status: Gavium Family
Job: Knight, pandora elite officer, contractor,
Re: [omake]Raven's unknown past
Jika bersedia, download-lah lagu ini karena akan jadi OST cerita ini(halah):
http://www.4shared.com/file/23433646/6531143e/Elfen_Lied_-_Lilium.html?s=1
http://www.4shared.com/file/50245350/e9bd31f4/Hatsune_Miku-_Lilium.html?s=1 (versi hatsune miku)
======================================================
Laki-laki tersebut nafasnya tersengal-sengal. Dia tetap menggoreskan kuas-nya pada kanvas besar yang ada di depannya. Dia terlihat sedang kesakitan tetapi matanya tetap terfokus pada apa yang sedang ia lukis di depannya. Gaya melukisnya termasuk gaya melukis Surrealisme yaitu melukis yang pelukisnya berusaha untuk mengabaikan bentuk secara keseluruhan kemudian mengolah setiap bagian tertentu dari objek untuk menghasilkan sensasi tertentu yang bisa dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya.
Dilukisnya dua orang di kanvas besar tersebut. Tatapan mata laki-laki tersebut tetap kosong memandang apa yang dilukisnya.
Dia menggumamkan sesuatu sambil mengangkat lukisannya,”Sempurna,” ucapnya puas.
========================================================
Shein meneguk tehnya, “Oh, sempurna sekali aromanya,” ucapnya sambil membaui harum teh elite tersebut. Shein menawarkan secangkir kopi untuk Rhea, yang pagi hari itu menemaninya.
Shein tersenyum simple. Setiap pagi inilah kegiatannya, menikmati halaman keluarga elite bangsawan Einverd sambil minum the dan mencari inspirasi untuk lukisannya.
Shein mengambil sebuah kanvas kecil dan mulai melukis bunga-bunga yang ada di sana, Rhea pun kelihatannya tertarik karena dia terus memperhatikan gerak-gerik Shein dalam melukis. Gaya melukis Shein bisa dikatakan gaya melukis yang benar-benar teliti dan memperhatikan setiap bentuk yang ada di hadapannya. Mencerna seluruh wujud benda yang ada di depannya kemudian mengubahnya menjadi sebuah ‘karya’ yang dapat memuaskan banyak orang, itulah prinsip melukis Shein.
Raven Novadion lagi-lagi masuk diam-diam ke kediaman keluarga Einverd. Dia malas melewati pintu penjaga yang di jaga ketat, karena merupakan sebuah AIB bagi keluarga Novadion jika mengetahui bahwa member dari keluarganya mengunjungi keluarga Einverd. Tapi Raven tak peduli, dia ingin menemui Shein, karena itulah dia di sini sekarang.
Kakinya sakit sekali gara-gara dia memanjat benteng besar yang mengelilingi kediaman keluarga Einverd, di tambah dia juga lagi-lagi jatuh tepat di atas semak-semak. Raven hanya menghela nafas, dan segera menuju ke halaman di kediaman keluarga Einverd tersebut, dia tau pada saat-saat seperti ini pasti Shein sedang ada di halaman untuk melukis.
“Yo, Shein!” panggil Raven dengan senyuman riangnya.”Sedang melukis apa?”Raven melirik kearah kanvas kecil yang di pegang Shein.
“Ini..,” Shein menunjuk kearah bunga Rosa Alba favoritnya.”Oh ya, Raven..Aku punya kejutan untukmu,” Shein mengambil sebuah lukisan lagi.”Untukmu,” ucap Shein sambil tersenyum pada Raven.
Raven melihat lukisan tersebut, dia benar-benar tak bisa berkata-kata ketika melihatnya. Setiap detailnya, bentuknya, proporsinya benar-benar indah. Di kanvas tersebut terlihat gambar Raven dengan beberapa helaian bulu burung gagak. Pencahayaan belakangnya dinaikkan, sehingga terlihat pada lukisan itu benar-benar di tujukan pada ‘Raven Novadion’ seorang. Raven tak tau harus berkata apa lagi, lukisan itu terlalu bagus baginya. Bagi orang sepertinya.
“Shein..Ini..,” Raven sulit sekali mengeluarkan kata-kata terima kasih, dia masih ternganga melihat lukisan tersebut.”Indah sekali.”
Shein tersenyum melihat reaksi Raven. Shein memang sudah menyiapkan dari dulu-dulu lukisan tersebut sebagai ucapan terima kasihnya atas semua bantuan Raven padanya. “Ahaha..Kenapa kau? Tidak usah sekaget itu, Raven..Karyaku tidak sebagus milikmu.”
Raven kemudian mendapatkan ide bagus, dia juga bertekad untuk membuatkan Shein dan Shien dalam lukisannya.
“AKU juga..Aku berjanji Shein,” Raven mengatakan itu dengan nada yang benar-benar yakin dan mantap.”Aku akan melukiskan kau dengan kakak kembarmu, Shien itu..Aku janji.”
Shein hanya tersenyum menanggapi janji Raven tersebut. Dia tau Raven tak akan pernah mengingkari janjinya, walaupun ajal yang menghadangnya.
========================================================
Os iusti meditabitur sapientiam,
Et lingua eius loquetur indicium.
Beatus vir qui suffert tentationem,
Quoniqm cum probates fuerit accipient coronam vitae.
Kyrie, fons bonitatis.
Kyrie, ignis divine, eleison.
O quam sancta, quam serena,
Quam benigma, quam amoena esse Virgo creditur.
O quam sancta, quam serena,
Quam benigma, quam amoena,
O castitatis lilium.
Kyrie, fons bonitatis.
Kyrie, ignis divine, eleison.
O quam sancta, quam serena,
Quam benigma, quam amoena,
O castitatis lilium.
(Lilium Lyric)
Shein benar-benar tak tahan mendengar gereja-gereja menyanyikan lagu itu hari ini. Perang sudah usai untuk sementara, kini hanyalah ada korban-korban yang sedang di do’akan di gereja. Shein merasa itu semua salahnya. Shein menuju ke salah satu gereja yang paling besar sambil menutup-nutupi wajahnya, dia dengan gelisah masuk ke gereja tersebut.
Dilihatnya para bangsawan kecuali keluarga Einverd berada di sana. Shein kembali menutupi wajahnya dengan sebuah kain hitam, agar tidak ada yang tau bahwa seorang leader Einverd datang ke sini. Shein duduk tenang di kursi gereja, menunggu sang Pendeta memulainya.
Pendeta mulai menceritakan kebaikan-kebaikan orang yang telah meninggal itu untuk mengenangnya.
“Dia merupakan sosok yang baik hati dan ramah pada siapa saja. Selalu mengorbankan diri sendiri demi yang lainnya, dan semoga saja arwahnya di terima di sisi tuhan.”
Para pendeta mulai memberikan aba-aba kepada tamu-tamunya untuk memberikan satu persatu bunga yang telah di sediakan kepada yang telah meninggal. Para bangsawan tersebut ada yang menangis bahkan histeris ketika harus memberikan satu persatu bunga tersebut ke dalam peti mati. Kini giliran Shein, dia menaiki mimbar dan membawa bunga tersebut dengan ragu.
Dilihatnya wajah orang di dalam peti mati tersebut. Pucat dan tak bernyawa. Shein tak dapat melihat lagi mata emerald-greennya atau canda tawanya. Rambut kuning menyalanya seakan-akan tertidur di antara bunga-bunga mawar tersebut. Raven Novadion. Shein benar-benar tak tahan, Raven mati akibatnya. Ini semua memang salahnya. Shein kemudian segera keluar setelah itu, dia tak tahan melihat semua yang telah di perbuatnya, dia terus berlari tanpa arah. Mencari jawaban dari semua ini.
Lacie memandang peti mati Raven di lantai bawah dengan tatapan kosong. Dia ada di lantai dua, itu pertama kalinya Lacie keluar dari benteng Einverd semenjak Lacie dikurung di sana. Lacie tidak tau apa yang harus dia lakukan. Apakah aku harus bernyanyi juga? Pikirnya. Lacie benar-benar seperti orang hilang di sana, dia memutuskan untuk ikut bernyanyi mengiringi para biarawati di sana.
(Translasi Lilium)
The mouth of the just shall meditate wisdom
And his tongue shall speak judgment
Blessed is the man who endureth temptation
For once he hath been proven, he shall recieve
the crown of life
Lalu tiba-tiba saja Lacie teringat, memory-memorynya bersama Raven.
“Maaf nona, tadi saya kebetulan lewat di sekitar sini dan mendengar suara yang indah..,”
Lacie melanjutkan nyanyiannya, dia tau air mata mulai menetes dari matanya, tetap dengan tulus menyanyikan lagu tersebut.
O Lord, fountain of holiness
O Lord, fire divine, have mercy
“Lacie? Itu nama yang indah,” Lagi-lagi suara Raven seperti sedang berbisik pada Lacie. Lacie menahan tangisannya dan kembali melanjutkan lagunya
O how sacred
How serene
How benevolent
How lovely, this virgin who believeth
“Jadi..ngg..Apa kau tidak kesepian? Seharian di sini? Kau suka musik?” Memori itu benar-benar menyakitkan, Lacie melanjutkan lagi..Bagian terakhir dari lagu tersebut.
O how sacred
How serene
How benevolent
How lovely, O lily of purity
Memori itu kembali lagi. Yang paling mengharukan bagi diri Lacie. “Ini lagu ciptaanku, kuberi nama Lacie Song, lagu untukmu,”Itu merupakan kalimat terakhir Raven padanya. Dan kali ini tangisan Lacie tak dapat tertahankan lagi. Dia menangis, di tengah kesedihan seluruh orang-orang di kota tersebut. Inilah yang di sebut dengan kematian. Meninggalkan seseorang dan orang yang ditinggalkan tersebut tenggelam dalam kesedihannya.
========================================================
Raven Reidsword melihat lukisan yang baru saja dia gambar kemarin malam. Dia merasakan bahwa dia melukis gambar tersebut dengan sungguh-sungguh tapi dia tidak mengingat siapa orang yang telah di gambarnya di lukisan tersebut.
“Siapa dua orang kembar ini?” Raven berusaha mengingat-ingat, ada yang mengganjal di hatinya. Sepertinya hatinya mengatakan bahwa Raven akrab dengan kedua orang yang ada pada lukisan tersebut.
Raven memegang kepalanya mulai kesakitan akan memori dari gambar tersebut.”Kumohon..Apa arti mereka berdua bagiku? Kenapa..Aku….” Raven kembali melihat lukisannya tersebut. Terasa butiran air mata mengalir dari mata emerald green-nya.”Menangis?”
-BERSAMBUNG LAGI-
Ini kalau mau download lilium, saya merinding dengernya
http://www.4shared.com/file/23433646/6531143e/Elfen_Lied_-_Lilium.html?s=1
http://www.4shared.com/file/23433646/6531143e/Elfen_Lied_-_Lilium.html?s=1
http://www.4shared.com/file/50245350/e9bd31f4/Hatsune_Miku-_Lilium.html?s=1 (versi hatsune miku)
======================================================
Laki-laki tersebut nafasnya tersengal-sengal. Dia tetap menggoreskan kuas-nya pada kanvas besar yang ada di depannya. Dia terlihat sedang kesakitan tetapi matanya tetap terfokus pada apa yang sedang ia lukis di depannya. Gaya melukisnya termasuk gaya melukis Surrealisme yaitu melukis yang pelukisnya berusaha untuk mengabaikan bentuk secara keseluruhan kemudian mengolah setiap bagian tertentu dari objek untuk menghasilkan sensasi tertentu yang bisa dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya.
Dilukisnya dua orang di kanvas besar tersebut. Tatapan mata laki-laki tersebut tetap kosong memandang apa yang dilukisnya.
Dia menggumamkan sesuatu sambil mengangkat lukisannya,”Sempurna,” ucapnya puas.
========================================================
Shein meneguk tehnya, “Oh, sempurna sekali aromanya,” ucapnya sambil membaui harum teh elite tersebut. Shein menawarkan secangkir kopi untuk Rhea, yang pagi hari itu menemaninya.
Shein tersenyum simple. Setiap pagi inilah kegiatannya, menikmati halaman keluarga elite bangsawan Einverd sambil minum the dan mencari inspirasi untuk lukisannya.
Shein mengambil sebuah kanvas kecil dan mulai melukis bunga-bunga yang ada di sana, Rhea pun kelihatannya tertarik karena dia terus memperhatikan gerak-gerik Shein dalam melukis. Gaya melukis Shein bisa dikatakan gaya melukis yang benar-benar teliti dan memperhatikan setiap bentuk yang ada di hadapannya. Mencerna seluruh wujud benda yang ada di depannya kemudian mengubahnya menjadi sebuah ‘karya’ yang dapat memuaskan banyak orang, itulah prinsip melukis Shein.
Raven Novadion lagi-lagi masuk diam-diam ke kediaman keluarga Einverd. Dia malas melewati pintu penjaga yang di jaga ketat, karena merupakan sebuah AIB bagi keluarga Novadion jika mengetahui bahwa member dari keluarganya mengunjungi keluarga Einverd. Tapi Raven tak peduli, dia ingin menemui Shein, karena itulah dia di sini sekarang.
Kakinya sakit sekali gara-gara dia memanjat benteng besar yang mengelilingi kediaman keluarga Einverd, di tambah dia juga lagi-lagi jatuh tepat di atas semak-semak. Raven hanya menghela nafas, dan segera menuju ke halaman di kediaman keluarga Einverd tersebut, dia tau pada saat-saat seperti ini pasti Shein sedang ada di halaman untuk melukis.
“Yo, Shein!” panggil Raven dengan senyuman riangnya.”Sedang melukis apa?”Raven melirik kearah kanvas kecil yang di pegang Shein.
“Ini..,” Shein menunjuk kearah bunga Rosa Alba favoritnya.”Oh ya, Raven..Aku punya kejutan untukmu,” Shein mengambil sebuah lukisan lagi.”Untukmu,” ucap Shein sambil tersenyum pada Raven.
Raven melihat lukisan tersebut, dia benar-benar tak bisa berkata-kata ketika melihatnya. Setiap detailnya, bentuknya, proporsinya benar-benar indah. Di kanvas tersebut terlihat gambar Raven dengan beberapa helaian bulu burung gagak. Pencahayaan belakangnya dinaikkan, sehingga terlihat pada lukisan itu benar-benar di tujukan pada ‘Raven Novadion’ seorang. Raven tak tau harus berkata apa lagi, lukisan itu terlalu bagus baginya. Bagi orang sepertinya.
“Shein..Ini..,” Raven sulit sekali mengeluarkan kata-kata terima kasih, dia masih ternganga melihat lukisan tersebut.”Indah sekali.”
Shein tersenyum melihat reaksi Raven. Shein memang sudah menyiapkan dari dulu-dulu lukisan tersebut sebagai ucapan terima kasihnya atas semua bantuan Raven padanya. “Ahaha..Kenapa kau? Tidak usah sekaget itu, Raven..Karyaku tidak sebagus milikmu.”
Raven kemudian mendapatkan ide bagus, dia juga bertekad untuk membuatkan Shein dan Shien dalam lukisannya.
“AKU juga..Aku berjanji Shein,” Raven mengatakan itu dengan nada yang benar-benar yakin dan mantap.”Aku akan melukiskan kau dengan kakak kembarmu, Shien itu..Aku janji.”
Shein hanya tersenyum menanggapi janji Raven tersebut. Dia tau Raven tak akan pernah mengingkari janjinya, walaupun ajal yang menghadangnya.
========================================================
Os iusti meditabitur sapientiam,
Et lingua eius loquetur indicium.
Beatus vir qui suffert tentationem,
Quoniqm cum probates fuerit accipient coronam vitae.
Kyrie, fons bonitatis.
Kyrie, ignis divine, eleison.
O quam sancta, quam serena,
Quam benigma, quam amoena esse Virgo creditur.
O quam sancta, quam serena,
Quam benigma, quam amoena,
O castitatis lilium.
Kyrie, fons bonitatis.
Kyrie, ignis divine, eleison.
O quam sancta, quam serena,
Quam benigma, quam amoena,
O castitatis lilium.
(Lilium Lyric)
Shein benar-benar tak tahan mendengar gereja-gereja menyanyikan lagu itu hari ini. Perang sudah usai untuk sementara, kini hanyalah ada korban-korban yang sedang di do’akan di gereja. Shein merasa itu semua salahnya. Shein menuju ke salah satu gereja yang paling besar sambil menutup-nutupi wajahnya, dia dengan gelisah masuk ke gereja tersebut.
Dilihatnya para bangsawan kecuali keluarga Einverd berada di sana. Shein kembali menutupi wajahnya dengan sebuah kain hitam, agar tidak ada yang tau bahwa seorang leader Einverd datang ke sini. Shein duduk tenang di kursi gereja, menunggu sang Pendeta memulainya.
Pendeta mulai menceritakan kebaikan-kebaikan orang yang telah meninggal itu untuk mengenangnya.
“Dia merupakan sosok yang baik hati dan ramah pada siapa saja. Selalu mengorbankan diri sendiri demi yang lainnya, dan semoga saja arwahnya di terima di sisi tuhan.”
Para pendeta mulai memberikan aba-aba kepada tamu-tamunya untuk memberikan satu persatu bunga yang telah di sediakan kepada yang telah meninggal. Para bangsawan tersebut ada yang menangis bahkan histeris ketika harus memberikan satu persatu bunga tersebut ke dalam peti mati. Kini giliran Shein, dia menaiki mimbar dan membawa bunga tersebut dengan ragu.
Dilihatnya wajah orang di dalam peti mati tersebut. Pucat dan tak bernyawa. Shein tak dapat melihat lagi mata emerald-greennya atau canda tawanya. Rambut kuning menyalanya seakan-akan tertidur di antara bunga-bunga mawar tersebut. Raven Novadion. Shein benar-benar tak tahan, Raven mati akibatnya. Ini semua memang salahnya. Shein kemudian segera keluar setelah itu, dia tak tahan melihat semua yang telah di perbuatnya, dia terus berlari tanpa arah. Mencari jawaban dari semua ini.
Lacie memandang peti mati Raven di lantai bawah dengan tatapan kosong. Dia ada di lantai dua, itu pertama kalinya Lacie keluar dari benteng Einverd semenjak Lacie dikurung di sana. Lacie tidak tau apa yang harus dia lakukan. Apakah aku harus bernyanyi juga? Pikirnya. Lacie benar-benar seperti orang hilang di sana, dia memutuskan untuk ikut bernyanyi mengiringi para biarawati di sana.
(Translasi Lilium)
The mouth of the just shall meditate wisdom
And his tongue shall speak judgment
Blessed is the man who endureth temptation
For once he hath been proven, he shall recieve
the crown of life
Lalu tiba-tiba saja Lacie teringat, memory-memorynya bersama Raven.
“Maaf nona, tadi saya kebetulan lewat di sekitar sini dan mendengar suara yang indah..,”
Lacie melanjutkan nyanyiannya, dia tau air mata mulai menetes dari matanya, tetap dengan tulus menyanyikan lagu tersebut.
O Lord, fountain of holiness
O Lord, fire divine, have mercy
“Lacie? Itu nama yang indah,” Lagi-lagi suara Raven seperti sedang berbisik pada Lacie. Lacie menahan tangisannya dan kembali melanjutkan lagunya
O how sacred
How serene
How benevolent
How lovely, this virgin who believeth
“Jadi..ngg..Apa kau tidak kesepian? Seharian di sini? Kau suka musik?” Memori itu benar-benar menyakitkan, Lacie melanjutkan lagi..Bagian terakhir dari lagu tersebut.
O how sacred
How serene
How benevolent
How lovely, O lily of purity
Memori itu kembali lagi. Yang paling mengharukan bagi diri Lacie. “Ini lagu ciptaanku, kuberi nama Lacie Song, lagu untukmu,”Itu merupakan kalimat terakhir Raven padanya. Dan kali ini tangisan Lacie tak dapat tertahankan lagi. Dia menangis, di tengah kesedihan seluruh orang-orang di kota tersebut. Inilah yang di sebut dengan kematian. Meninggalkan seseorang dan orang yang ditinggalkan tersebut tenggelam dalam kesedihannya.
========================================================
Raven Reidsword melihat lukisan yang baru saja dia gambar kemarin malam. Dia merasakan bahwa dia melukis gambar tersebut dengan sungguh-sungguh tapi dia tidak mengingat siapa orang yang telah di gambarnya di lukisan tersebut.
“Siapa dua orang kembar ini?” Raven berusaha mengingat-ingat, ada yang mengganjal di hatinya. Sepertinya hatinya mengatakan bahwa Raven akrab dengan kedua orang yang ada pada lukisan tersebut.
Raven memegang kepalanya mulai kesakitan akan memori dari gambar tersebut.”Kumohon..Apa arti mereka berdua bagiku? Kenapa..Aku….” Raven kembali melihat lukisannya tersebut. Terasa butiran air mata mengalir dari mata emerald green-nya.”Menangis?”
-BERSAMBUNG LAGI-
Ini kalau mau download lilium, saya merinding dengernya
http://www.4shared.com/file/23433646/6531143e/Elfen_Lied_-_Lilium.html?s=1
Alfonze Alger- Admin
- Posts : 10769
Points : 11096
Join date : 2009-06-18
Age : 32
Location : Bandung
Character Bio
Character Name: Alfonze Alger
Status: Gavium Family
Job: Knight, pandora elite officer, contractor,
Re: [omake]Raven's unknown past
CHAPTER 3
Lacie memandang satu-persatu orang-orang yang keluar dari gereja tersebut. Tangisannya kini sudah mengering. Lacie menunggu semua orang meninggalkan gereja tersebut, sebenarnya dia memang benci pada keramaian akibat terlalu lama di kurung di benteng.
Kini gereja itu benar-benar sepi. Sepi seperti hati Lacie saat ini. Hampa dan suram tanpa adanya Raven Novadion. Lacie menuju mimbar tempat peti mati Raven di tempatkan. Jasad Raven jelas sudah di kuburkan, Lacie tak tega melihat saat-saat seperti itu.
Lacie melihat. Jendela di atas, dekat mimbar. Penuh dengan cahaya. Dia sesaat merasakan kehangatan matahari tersebut. Apakah ini kehangatan ketika ditinggalkan oleh seseorang yang penting? Lacie untuk beberapa menit tetap diam di sana, berharap semua yang dilihatnya hanyalah mimpi, dan ketika dia bangun Raven sudah memainkan piano untuknya.
”Ini..Bukan mimpi ya..,” Lacie tersenyum, mengejek pada dirinya sendiri, pada hal-hal bodoh yang dipikirkannya.
Lacie kemudian mengambil bunga mawar putih yang tadi di pakai untuk menghiasi peti mati Raven. Hanya tinggal satu. Dia mengambilnya dengan ragu, dia merasakan ada bisikan Raven.
”Kau tau? Arti dari mawar putih itu apa? Artinya adalah..Cinta dan ketulusan yang abadi. Dan satu bunga mawar..Itupun memiliki arti, bahwa cintaku hanya untukmu”
Lacie segera berbalik, berharap ada Raven di sana. Tak ada siapapun. Hanya ada kursi-kursi gereja yang benar-benar sepi. Lacie tersenyum tipis.
Raven..Bahkan pada saat-saat terakhirmu..Kau masih melakukan semua ini untukku.. lagi-lagi tangisan Lacie yang sudah mengering tadi kini menjadi basah kembali.
Lacie kemudian mengeluarkan sebuah kertas tua yang sudah ada tulisannya di sana, menaruhnya di mimbar.
”Kurasa kau tidak akan pernah bisa membaca ini, Raven...”
Lacie menaruhnya dengan pasrah, berusaha menerima bahwa Raven tak akan menemaninya lagi. Dia tersenyum dan menuju ke pintu keluar gereja.
”Aku akan keluar dari sana, Raven..Aku ingin..Melihat bagaimana dunia itu sebenarnya..”
Lacie pun keluar dari sana, menuju cahaya pintu yang terbuka lebar untuknya.
================================================================
“OH! Sudah lama sekali aku tidak ke gereja!” Raven Reidsword tak sengaja memukul kepala ‘Si Meong’ kucingnya saking kagetnya. ”Bagaimana kalau kita ke gereja dulu sekarang?” Raven bertanya pada Si Meong, Si Meong hanya mengeong, sepertinya setuju akan ide Raven.
Raven kemudian menyuruh supirnya untuk mengantarkannya di gereja terdekat. Dan sampailah Raven dan Si Meong di sana. Gereja yang sangat tua umurnya, sepertinya sudah berumur 300 tahun lebih. Raven dengan ragu memasuki gereja tersebut.
Gereja yang sangat sepi, sepertinya sudah lama tak ada yang mengunjungi gereja tersebut. Raven melihat sekelilingnya, dan dia menuju mimbar. Entah kenapa lagi-lagi hatinya berkata untuk menuju ke sana.
Di temukannya sepucuk kertas tua. Kertas yang benar-benar sudah ua di lihat dari warna kertasnya. Tapi Raven mengangkat alisnya, heran dengan setiap kata-kata yang tertulis di atas kertas tersebut. Tulisannya sangat jelas, jelas sekali, berwarna keemasan.
Raven mulai membaca tulisan yang ada di sana. Sebuah puisi ternyata. Raven benar-benar kagum pada puisi itu, benar-benar menyentuh hatinya. Dia menyimpan puisi tersebut, untuk inspirasinya dalam membuat puisi juga.
Raven merasakan ada keberadaan manusia selainnya di sana.
Dia melirik ke belakang, ada Qwerty dan Elean. Raven tersenyum, mengajak mereka berdua untuk ke mimbar juga.
”Kau ini..Aku mencarimu, ternyata kau asik di gereja ya..Taubat? ucap Elean iseng.
”Ngg..Qwerty juga dari tadi mencari Raven…,” ucap gadis kecil itu mulai menuju ke belakang Raven lagi, mengekorinya.
Raven lagi-lagi tersenyum, melihat kedua temannya tersebut.
Ternyata aku tidak sendiri..
TAMAT
PS: PUISI BUKAN BUATAN SAYA
HANYA SAYA EDIT BEBERAPA SAJA DI PUISI TERSEBUT
koment di author room yah..okeh, tamat..
Lacie memandang satu-persatu orang-orang yang keluar dari gereja tersebut. Tangisannya kini sudah mengering. Lacie menunggu semua orang meninggalkan gereja tersebut, sebenarnya dia memang benci pada keramaian akibat terlalu lama di kurung di benteng.
Kini gereja itu benar-benar sepi. Sepi seperti hati Lacie saat ini. Hampa dan suram tanpa adanya Raven Novadion. Lacie menuju mimbar tempat peti mati Raven di tempatkan. Jasad Raven jelas sudah di kuburkan, Lacie tak tega melihat saat-saat seperti itu.
Lacie melihat. Jendela di atas, dekat mimbar. Penuh dengan cahaya. Dia sesaat merasakan kehangatan matahari tersebut. Apakah ini kehangatan ketika ditinggalkan oleh seseorang yang penting? Lacie untuk beberapa menit tetap diam di sana, berharap semua yang dilihatnya hanyalah mimpi, dan ketika dia bangun Raven sudah memainkan piano untuknya.
”Ini..Bukan mimpi ya..,” Lacie tersenyum, mengejek pada dirinya sendiri, pada hal-hal bodoh yang dipikirkannya.
Lacie kemudian mengambil bunga mawar putih yang tadi di pakai untuk menghiasi peti mati Raven. Hanya tinggal satu. Dia mengambilnya dengan ragu, dia merasakan ada bisikan Raven.
”Kau tau? Arti dari mawar putih itu apa? Artinya adalah..Cinta dan ketulusan yang abadi. Dan satu bunga mawar..Itupun memiliki arti, bahwa cintaku hanya untukmu”
Lacie segera berbalik, berharap ada Raven di sana. Tak ada siapapun. Hanya ada kursi-kursi gereja yang benar-benar sepi. Lacie tersenyum tipis.
Raven..Bahkan pada saat-saat terakhirmu..Kau masih melakukan semua ini untukku.. lagi-lagi tangisan Lacie yang sudah mengering tadi kini menjadi basah kembali.
Lacie kemudian mengeluarkan sebuah kertas tua yang sudah ada tulisannya di sana, menaruhnya di mimbar.
”Kurasa kau tidak akan pernah bisa membaca ini, Raven...”
Terhanyut aku dalam nuansa indah bersamamu
Terlena dalam alunan suara piano
Tanpa terbersik bayang paras wajahmu
Karna kuterlanjur menyukaimu
Kini hanya tinggal gerimis rintihan menggores hati
Tak mampu lelapkan semua anganku bersamamu
Dinginnya kehampaan hati
Tak mampu luapkan lara hatiku karenamu
Ku hanya tertunduk, terpaku, terdiam membisu
Memendam sejuta kepedihan hati
Hingga terkubur jauh direlung hati
Kutertegun membaca isyarat lain hati
Secercah sinar cinta
Kini telah menerangi disudut hati
Tak sanggup cinta sucinya kunodai
Nyatanya cinta sejatiku tlah jauh pergi
Kini sekuntum bunga tersenyum padaku
Bunga Mawar
Putih, Tanpa tangkai berduri
Akupun tersenyum karena Cintanya Abadi
Karena Cintanya Abadi
Lacie menaruhnya dengan pasrah, berusaha menerima bahwa Raven tak akan menemaninya lagi. Dia tersenyum dan menuju ke pintu keluar gereja.
”Aku akan keluar dari sana, Raven..Aku ingin..Melihat bagaimana dunia itu sebenarnya..”
Lacie pun keluar dari sana, menuju cahaya pintu yang terbuka lebar untuknya.
================================================================
“OH! Sudah lama sekali aku tidak ke gereja!” Raven Reidsword tak sengaja memukul kepala ‘Si Meong’ kucingnya saking kagetnya. ”Bagaimana kalau kita ke gereja dulu sekarang?” Raven bertanya pada Si Meong, Si Meong hanya mengeong, sepertinya setuju akan ide Raven.
Raven kemudian menyuruh supirnya untuk mengantarkannya di gereja terdekat. Dan sampailah Raven dan Si Meong di sana. Gereja yang sangat tua umurnya, sepertinya sudah berumur 300 tahun lebih. Raven dengan ragu memasuki gereja tersebut.
Gereja yang sangat sepi, sepertinya sudah lama tak ada yang mengunjungi gereja tersebut. Raven melihat sekelilingnya, dan dia menuju mimbar. Entah kenapa lagi-lagi hatinya berkata untuk menuju ke sana.
Di temukannya sepucuk kertas tua. Kertas yang benar-benar sudah ua di lihat dari warna kertasnya. Tapi Raven mengangkat alisnya, heran dengan setiap kata-kata yang tertulis di atas kertas tersebut. Tulisannya sangat jelas, jelas sekali, berwarna keemasan.
Raven mulai membaca tulisan yang ada di sana. Sebuah puisi ternyata. Raven benar-benar kagum pada puisi itu, benar-benar menyentuh hatinya. Dia menyimpan puisi tersebut, untuk inspirasinya dalam membuat puisi juga.
Raven merasakan ada keberadaan manusia selainnya di sana.
Dia melirik ke belakang, ada Qwerty dan Elean. Raven tersenyum, mengajak mereka berdua untuk ke mimbar juga.
”Kau ini..Aku mencarimu, ternyata kau asik di gereja ya..Taubat? ucap Elean iseng.
”Ngg..Qwerty juga dari tadi mencari Raven…,” ucap gadis kecil itu mulai menuju ke belakang Raven lagi, mengekorinya.
Raven lagi-lagi tersenyum, melihat kedua temannya tersebut.
Ternyata aku tidak sendiri..
TAMAT
PS: PUISI BUKAN BUATAN SAYA
HANYA SAYA EDIT BEBERAPA SAJA DI PUISI TERSEBUT
koment di author room yah..okeh, tamat..
Alfonze Alger- Admin
- Posts : 10769
Points : 11096
Join date : 2009-06-18
Age : 32
Location : Bandung
Character Bio
Character Name: Alfonze Alger
Status: Gavium Family
Job: Knight, pandora elite officer, contractor,
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum