Log in
Similar topics
Who is online?
In total there are 14 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 14 Guests None
Most users ever online was 313 on Sat Oct 05, 2024 9:26 pm
Search
Latest topics
» Absensi di siniby Kaz Sun Sep 03, 2023 9:49 pm
» [Revive the Forum]
by Kuro Usagi Fri Sep 04, 2015 12:37 am
» Um.. hi, I guess?
by Kuro Usagi Fri Sep 04, 2015 12:35 am
» Do You Have Sixth Sense?
by Kurome Fri Jun 26, 2015 3:45 pm
» Website favorit kalian untuk baca komik online?
by Phantomhive_Earl Mon Oct 28, 2013 7:57 pm
» Biarkan Mata, Otak, Keyboard mengaum saat engkau mengetes mereka. xD~
by Phantomhive_Earl Mon Oct 28, 2013 7:56 pm
» Imaginary World
by Phantomhive_Earl Mon Oct 28, 2013 4:59 pm
» Komentar member di atas^
by Phantomhive_Earl Mon Oct 28, 2013 4:37 pm
» If you wish at fallen star, it will come true. Is that true?
by Phantomhive_Earl Sun Oct 27, 2013 3:56 pm
» Pengalaman Seram
by Phantomhive_Earl Sun Oct 27, 2013 12:48 pm
Shein's past
Page 1 of 1
Shein's past
Cerita ini dimulai pada era British Regency di Inggris, lebih tepatnya pada sebuah kota bernama Sabrie. Di sana terdapat empat keluarga elite noble yang saat itu belum saling bertemu. Mereka adalah keluarga : Einverd, Reisvoust, Deindery, dan yang terakhir adalah Novadion. Sekarang mari kita lebih focus pada keluarga Einverd
Sepi. Itulah kesan pertama yang orang-orang katakan jika berkunjung ke kediaman keluarga bangsawan Einverd. Rumah itu sangat besar, rumah terbesar di sana, tetapi hanya ada beberapa orang di dalamnya. Keluarga Einverd memang selalu aktif pada pekerjaan mereka sebagai pengatur Negara pada saat itu.
Shein, member dari keluarga tersebut yang masih berumur 8 tahun, memandang langit dari jendela kamarnya. Burung-burung berkicauan dan bernyanyi, bunga-bunga Rosa alba 'Maiden's Blush' bermekaran indah di taman. Shein hanya bisa menatap burung-burung dan bunga-bunga tersebut. Tepatnya sakit. Sudah satu minggu ini dia hanya tidur-tiduran di sana. Jika sakitnya sudah kambuh seperti ini tidak ada yang dapat Shein lakukan, hanya berbaring di sana seharian.
“Shein?”
Shein melirik kepada arah suara yang memanggilnya. Orang itu mempunyai wajah yang sama dengannya-sang kakak-Shien Einverd. Walau mereka benar-benar mirip tetapi Shein merasa Shien memang jauh lebih sempurna daripadanya.
“Oh, onii-sama,” Shein berusaha tersenyum melihat kakaknya tersebut, berusaha agar kakaknya tidak terlalu khawatir padanya lagi.
Shien menaruh nampan yang di pegangnya. Di sana ada beberapa roti Pain au Levain yaitu Roti dari prancis dan ada juga secangkir coklat panas hangat. Shien mengambil sebuah meja yang biasa di pakai untuk makan di tempat tidur dan memindahkan semua isi nampan ke sana.
“Makanlah dulu, Shein,” tawar sang kakak.
Shein mengangguk. Dia mengambil Pain au Levain tersebut dan memakannya dengan pelan. Shein tidak merasakan apapun dari roti itu, rasanya hambar, mungkin karena penyakitnya. Perhatian Shein masih tertuju pada langit dan mawar-mawar di luar. Shein memang menyukai mawar, dia hampir mengetahui semua jenis mawar.
Shien hanya memperhatikan adiknya itu dengan tatapan khawatir. Shein memang sering melamun seperti itu, Shien hanya khawatir terdapat gangguan jiwa pada Shein akibat penyakitnya tersebut. Shien melihat Shein yang terus-terusan memandang mawar di dekat jendela, mengerti apa yang di inginkan Shein, Shien langsung berlari ke halaman, memetik beberapa mawar berjenis Rosa alba 'Maiden's Blush' tersebut.
“Shein, lihatlah…,” Shien memperlihatkan bunga mawar putih yang tadi dia petik tersebut.”Ini bunga mawar yang baru saja di tanam kemarin pagi, kau menyukainya?”
Shein mengambil mawar itu dari tangan kakaknya, sejenak dia terharu dan segera menjawab pertanyaan kakaknya, “Bagus sekali, aku sangat suka..Onii-sama memang selalu tau apa keinginanku..”
Shien tersenyum melihat adiknya paling tidak sudah sedikit senang dengan hadiah kecilnya tersebut.”Ah, sepertinya aku sudah terlambat..,” ucap Shien sambil memandang jamnya.”Ada pelatihan khusus keluarga Einverd hari ini, Shein, kau tidak apa-apa kan jika aku meninggalkanmu sekarang?”
Shein mengangguk lagi, “Tidak apa-apa, onii-sama..Lagi pula..itu kewajiban onii-sama sebagai penerus keluarga Einverd,” Shein mengatakan itu dengan berat sekali. Karena dia yang member keluarga Einverd juga tidak dapat mengikuti pelatihan itu. Aku..Memang lemah dan tidak berguna bagi keluarga Einverd, hanya itu yang di pikirkan oleh Shein sekarang.
Itu hanyalah sedikit flashback masa lalu Shein dan Shien. Kini Shein yang sudah berumur 22 tahun, duduk di taman keluarga bangsawan Einverd sendirian. Dia kembali melihat bunga Rosa alba 'Maiden's Blush'-nya. Yang mengingatkan pada masa lalunya tersebut.
Semenjak diangkatnya Shien menjadi menjadi salah satu ‘Head of Four Great Duke Houses’ tentu dia menjadi semakin sibuk dan sama sekali tidak mempunyai waktu lagi untuk mengunjungi Shein. Shein hanya bisa menghela nafas saat itu. Chain kakaknya pun begitu hebat, sedangkan Shein sama sekali tidak berkeinginan untuk mengikat kontrak dengan chain atau bergabung dengan mereka di luar sana. Lebih baik menghindar dari pada menyesal nantinya, itulah prinsip Shein pada saat itu.
“Shein-sama, tehnya sudah siap,” ucap salah satu maid-nya di sana. Shein mengangguk dan segera menuju ke ruangan minum teh.
Dia lebih memilih untuk ke ruang minum teh melewati jalan pintas, itu baru pertama kali dia lakukan entah kenapa hari ini dia merasa malas. Jalan pintas tersebut seperti ruangan yang cukup panjang, Shein yakin dengan melewatinya dia pasti ada di ruangan minum teh dengan cepat. Tapi dia juga agak ragu. Ruangan ini..Baru di buat ya? Tapi..entah kenapa aku yakin sekali harus melewati ruangan ini. Dan kenapa aku berpikir ini jalan pintas tadi? Kurasa tidak ada jalan pintas seperti itu di kediaman keluarga Einverd ini. Shein mulai kebingungan sendiri.
Dia melangkahkan kakinya. Pelan, tapi yakin sekali melewati ruangan panjang itu, atau lebih tepatnya sebuah lorong yang mirip dengan ruangan. Shein kaget sekali, melihat ada sebuah kamar di sana. Kamar dengan ..sebuah..
“Burung Phoenix?” Shein tak percaya dengan apa yang di lihat di depannya.
-Bersambung-
mau di komentari? silahkan ke AUTHOR ROOM
Sepi. Itulah kesan pertama yang orang-orang katakan jika berkunjung ke kediaman keluarga bangsawan Einverd. Rumah itu sangat besar, rumah terbesar di sana, tetapi hanya ada beberapa orang di dalamnya. Keluarga Einverd memang selalu aktif pada pekerjaan mereka sebagai pengatur Negara pada saat itu.
Shein, member dari keluarga tersebut yang masih berumur 8 tahun, memandang langit dari jendela kamarnya. Burung-burung berkicauan dan bernyanyi, bunga-bunga Rosa alba 'Maiden's Blush' bermekaran indah di taman. Shein hanya bisa menatap burung-burung dan bunga-bunga tersebut. Tepatnya sakit. Sudah satu minggu ini dia hanya tidur-tiduran di sana. Jika sakitnya sudah kambuh seperti ini tidak ada yang dapat Shein lakukan, hanya berbaring di sana seharian.
“Shein?”
Shein melirik kepada arah suara yang memanggilnya. Orang itu mempunyai wajah yang sama dengannya-sang kakak-Shien Einverd. Walau mereka benar-benar mirip tetapi Shein merasa Shien memang jauh lebih sempurna daripadanya.
“Oh, onii-sama,” Shein berusaha tersenyum melihat kakaknya tersebut, berusaha agar kakaknya tidak terlalu khawatir padanya lagi.
Shien menaruh nampan yang di pegangnya. Di sana ada beberapa roti Pain au Levain yaitu Roti dari prancis dan ada juga secangkir coklat panas hangat. Shien mengambil sebuah meja yang biasa di pakai untuk makan di tempat tidur dan memindahkan semua isi nampan ke sana.
“Makanlah dulu, Shein,” tawar sang kakak.
Shein mengangguk. Dia mengambil Pain au Levain tersebut dan memakannya dengan pelan. Shein tidak merasakan apapun dari roti itu, rasanya hambar, mungkin karena penyakitnya. Perhatian Shein masih tertuju pada langit dan mawar-mawar di luar. Shein memang menyukai mawar, dia hampir mengetahui semua jenis mawar.
Shien hanya memperhatikan adiknya itu dengan tatapan khawatir. Shein memang sering melamun seperti itu, Shien hanya khawatir terdapat gangguan jiwa pada Shein akibat penyakitnya tersebut. Shien melihat Shein yang terus-terusan memandang mawar di dekat jendela, mengerti apa yang di inginkan Shein, Shien langsung berlari ke halaman, memetik beberapa mawar berjenis Rosa alba 'Maiden's Blush' tersebut.
“Shein, lihatlah…,” Shien memperlihatkan bunga mawar putih yang tadi dia petik tersebut.”Ini bunga mawar yang baru saja di tanam kemarin pagi, kau menyukainya?”
Shein mengambil mawar itu dari tangan kakaknya, sejenak dia terharu dan segera menjawab pertanyaan kakaknya, “Bagus sekali, aku sangat suka..Onii-sama memang selalu tau apa keinginanku..”
Shien tersenyum melihat adiknya paling tidak sudah sedikit senang dengan hadiah kecilnya tersebut.”Ah, sepertinya aku sudah terlambat..,” ucap Shien sambil memandang jamnya.”Ada pelatihan khusus keluarga Einverd hari ini, Shein, kau tidak apa-apa kan jika aku meninggalkanmu sekarang?”
Shein mengangguk lagi, “Tidak apa-apa, onii-sama..Lagi pula..itu kewajiban onii-sama sebagai penerus keluarga Einverd,” Shein mengatakan itu dengan berat sekali. Karena dia yang member keluarga Einverd juga tidak dapat mengikuti pelatihan itu. Aku..Memang lemah dan tidak berguna bagi keluarga Einverd, hanya itu yang di pikirkan oleh Shein sekarang.
Itu hanyalah sedikit flashback masa lalu Shein dan Shien. Kini Shein yang sudah berumur 22 tahun, duduk di taman keluarga bangsawan Einverd sendirian. Dia kembali melihat bunga Rosa alba 'Maiden's Blush'-nya. Yang mengingatkan pada masa lalunya tersebut.
Semenjak diangkatnya Shien menjadi menjadi salah satu ‘Head of Four Great Duke Houses’ tentu dia menjadi semakin sibuk dan sama sekali tidak mempunyai waktu lagi untuk mengunjungi Shein. Shein hanya bisa menghela nafas saat itu. Chain kakaknya pun begitu hebat, sedangkan Shein sama sekali tidak berkeinginan untuk mengikat kontrak dengan chain atau bergabung dengan mereka di luar sana. Lebih baik menghindar dari pada menyesal nantinya, itulah prinsip Shein pada saat itu.
“Shein-sama, tehnya sudah siap,” ucap salah satu maid-nya di sana. Shein mengangguk dan segera menuju ke ruangan minum teh.
Dia lebih memilih untuk ke ruang minum teh melewati jalan pintas, itu baru pertama kali dia lakukan entah kenapa hari ini dia merasa malas. Jalan pintas tersebut seperti ruangan yang cukup panjang, Shein yakin dengan melewatinya dia pasti ada di ruangan minum teh dengan cepat. Tapi dia juga agak ragu. Ruangan ini..Baru di buat ya? Tapi..entah kenapa aku yakin sekali harus melewati ruangan ini. Dan kenapa aku berpikir ini jalan pintas tadi? Kurasa tidak ada jalan pintas seperti itu di kediaman keluarga Einverd ini. Shein mulai kebingungan sendiri.
Dia melangkahkan kakinya. Pelan, tapi yakin sekali melewati ruangan panjang itu, atau lebih tepatnya sebuah lorong yang mirip dengan ruangan. Shein kaget sekali, melihat ada sebuah kamar di sana. Kamar dengan ..sebuah..
“Burung Phoenix?” Shein tak percaya dengan apa yang di lihat di depannya.
-Bersambung-
mau di komentari? silahkan ke AUTHOR ROOM
Alfonze Alger- Admin
- Posts : 10769
Points : 11096
Join date : 2009-06-18
Age : 32
Location : Bandung
Character Bio
Character Name: Alfonze Alger
Status: Gavium Family
Job: Knight, pandora elite officer, contractor,
Re: Shein's past
Sekarang aku melihat burung itu. Burung legendaris itu, Phoenix. Tapi kenapa berwarna putih? Bukankah harusnya merah? Lalu kenapa di sini ada phoenix?
Aku masih menatapnya dalam-dalam, memperhatikan Phoenix putih itu. Benar-benar putih, sangat indah.
“Namanya adalah Phoebe, Shein-sama,” ucap salah satu pelayan keluarga Einverd yang kebetulan melewati ruangan tersebut.”Kenapa Shein-sama melihatnya dengan pandangan seperti itu?”
Aku menggeleng dan hanya mengacuhkan pertanyaan pelayan tersebut. Sangat tertarik pada sesuatu yang ada di hadapanku sekarang. Kurasakan burung itu terlihat masih bingung dengan keadaan ini, mungkinkah..Chain? Jika benar, dia adalah chain terindah yang pernah kulihat. Bulu-bulunya mengingatkanku pada bunga Rosa Alba yang putih bersih.
Lalu..Kalaupun phoenix ini memang Chain..Apa yang harus kulakukan? Aku..Kenapa aku merasa tertarik untuk menjadi kontraktornya?
Pikirkanlah, Shein..
Kau ini lemah, sedikit-sedikit jatuh sakit. Kenapa kau sekarang berpikiran untuk ikut campur dalam masalah ini? Kau hanya akan membahayakan orang-orang, kau tidak pantas memiliki Chain, Shein. Apalagi Chain seindah ini.
“Baiklah, bawa Phoenix ini ke kamar,” perintahku pada pelayannya.”Kelihatannya dia kelelahan.”
Aku mengikuti pelayanku untuk menuju ke sebuah kamar. Entah kenapa aku merasakan hal yang aneh..Merasa tertarik kepada chain? Apa-apaan ini..Pasti ada yang salah denganku, tidak mungkin…Rasanya..
“Shein-sama, kita sudah sampai. Ada apa Shein-sama, apa ada yang salah?” pelayan itu lagi-lagi menanyaiku.
“Tidak, aku hanya sedikit melamun.”
Pelayan itu menaruh Phoebe di atas sebuah kasur di kamar tersebut, membiarkannya beristirahat. Aku duduk dengan malas di sofa dekat kasur tersebut. Sofa itu putih, sama seperti chain itu.
“Jadi..Apakah dia sebuah Chain..atau..,” aku merasa ragu. Apakah memang ada chain seindah ini? Setauku Chain berbentuk seperti monster atau hal-hal menyeramkan lainnya.
“Ya, itu adalah Chain legendaris keluarga Einverd. Shein-sama. Keluarga Einverd telah menyelamatkannya dari abyss, dan sejak saat itu dia selalu bersama dengan keluarga ini, begitulah kira-kira.”
Aku bertanya dengan ragu, entah kenapa berharap pada suatu hal, ”Apa..Apa chain ini sudah memiliki contractor?”
Pelayan itu menggeleng. Lalu kenapa aku berharap..Berharap untuk menjadi contractornya? Ingatlah Shein, kondisi tubuhmu benar-benar buruk. Jangan kau buat keputusan seenaknya.
“Bolehkah..Aku..Jadi contractornya?”
Hei, tunggu sebentar Shein..Kenapa..Kenapa aku berkata seperti itu? Mulutku seperti bergerak sendiri sesuai dengan apa kata hatiku. Apa yang harus kulakukan sekarang?
“Tentu saja,” jawab pelayan tersebut tersenyum padaku.”Itu bisa di urus..Lagi pula dia adalah Legal Chain, tak akan bermasalah bagi kesehatan Shein-sama.”
Aku menggangguk, lega. Kurasa aku memang tak tau apa-apa soal Chain atau apapun yang berhubungan dengan itu. Hanya kadang-kadang saja mendengarkan cerita Shien dengan ILLE HOLE-nya. Dan sejak saat itu entah kenapa aku agak takut pada chain, mendengar penjelasan Shien itu..
BRUK
Terdengar suara cukup keras yang berasal dari halaman keluarga Einverd. Shein dapat mendengarnya dengan jelas karena kamar tersebut memang dekat dengan halamannya.
“Hmm..Pasti dia lagi,” aku sudah tau pasti DIA yang membuat ulah lagi. Coba pikir, siapa lagi yang suka memanjat dan menyusup masuk ke kediaman elite bangsawan seperti ini?
Kudengar langkah kaki orang itu. Aku masih memperhatikan burung phoenix tersebut, sambil menunggu orang itu masuk ke ruangan ini, pasti dia mau mencariku.
“Ternyata kau ada di sini! Ah..,” mata emerald green-nya memandang kea rah phoenix, baju bangsawan hijaunya masih kusut akibat terjatuh terkena semak-semak tadi. ”Itu..Chain kah?”
Yah, jika sudah menyangkut masalah binatang Raven memang cepat tanggap. Tapi percayalah, dia kadang suka berpikiran lambat dan melamun sendiri.
“Ya,” jawabku simple.
“Siapa kontraktornya? Menyenangkan sekali memiliki Chain seperti Phoenix ini, pasti dia orang yang sangat beruntung,” Raven tersenyum riang.
Aku? Beruntung? Begitukah menurutmu, Raven?
“Ngg..Sebenarnya aku yang membuat kontrak dengannya..,” aku berkata ragu-ragu pada Raven. Sebenarnya aku sendiri tak yakin dengan apa yang ku katakana itu.
Raven sejenak melongo, dia tentu tau sifatku. Yang malas berurusan dengan hal-hal seperti ini. Tapi ini semua sudah terlanjur.
“Tapi..Kenapa Shein? Aku senang akhirnya kau memilih untuk mengikat kontrak juga dengan chain..”
Aku menarik nafasku dalam-dalam, mencoba menceritakan kejadian tadi pada Raven yang bodoh itu. ”Aku..tak tau..Kenapa aku bisa menerima membuat kontrak dengannya. Aku sendiri tidak tau, Raven..”
“Jadi kau membuat kontrak dengannya tanpa alasan? Siapa namanya?” Raven agak tertawa ketika bertanya hal itu, tentu aku menyadarinya. Ya, aku memang sama bodohnya denganmu saat ini.
“Jangan tertawa seperti itu padaku,” ucapku ketus padanya, ”Kau tidak tau..Apa yang sebenarnya terjadi tadi..Aku pun..,” Aku mengacak-acak rambutku sendiri, dia bingung, tepatnya ketularan kebiasaan Raven yang selalu mengacak-acak rambutnya sendiri ketika sedang bingung. ”Namanya..Phoebe..Tapi kupikir aku akan memberi nama yang lebih manusiawi padanya, Rheaffel Kharisteria.”
“Ahahaha, baiklah..Aku hanya bercanda, Shein-sama,” Raven mulai menjaihili Shein. ”OH! Bukankah aku tamu di sini? Sebaiknya anda membuatkanku teh, Shein-sama,” Raven tersenyum jahil.
“CIH!” ya, aku tau dia hanya bercanda. Tetapi tak ada salahnya membuatkan the. Itu memang salah satu dari hobiku.
Raven memandang ke sekelilingnya. Ada grand piano hitam, sepertinya milik Shein. Sambil menunggu tak ada salahnya bermain piano, pikirnya. Raven mendekati piano tersebut, dan mulai memainkan sebuah lagu. Itu salah satu lagu ciptaannya, “MOONLESS”.
Raven merasakan gadis itu sepertinya sudah bangun dari tidurnya. Raven menghentikan permainan pianonya, dan mendekati gadis phoenix tersebut dan membantunya untuk duduk.
“Kau tidak apa-apa?” Tanya Raven pada gadis yang ada di depannya. ”Kau Phoebe kan? Phoenix putih itu?” Tanya Raven lagi cerewet.
Aku masuk membawa dua cangkir teh hangat untuk mereka berdua. Raven dan Rhea. Tak sengaja kudengar pembicaraan mereka berdua.
“Namanya Rhea. Aku kan sudah memberi tahumu tadi, bodoh,” ucap Shein membalas keisengan Raven.
“OH, ya, aku tau.. Rheaffel Kharisteria kan?” Raven mulai tersenyum lagi, dia kembali berdiri, tetapi masih memperhatikan Rhea. “Kau tau.., namaku adalah Raven. Raven Novadion.”
Dan..
Kelihatannya Rhea mulai tertidur lagi. Raven hanya tersenyum tipis melihat Rhea yang sepertinya kelelahan itu. Raven buru-buru meminum teh buatan temannya itu.
Terdengar suara pintu terbuka lagi. Shein dengan senang buru-buru menyambut kakak kembarnya yang baru dating itu, Shien Einverd. Shein sangat senang, dia juga menceritakan tentang Phoebe dengan semangat.
Shien menepuk-nepuk kepala Shein. Dia tersenyum. Entah itu senyum Evil atau senyuman yang tulus.
“Itu bagus…Paling tidak dengan adanya Phoebe, kau bisa ‘sedikit ‘ menghilangkan rasa sakitmu nanti,” Shien tersenyum, kali ini membuat Shein merinding.
Apa maksudnya ‘Rasa sakitku nanti?’
-BERSAMBUNG-
di buat berdasarkan OMAKE PHOEBE AKA RHEA by Qwerty-senp
Aku masih menatapnya dalam-dalam, memperhatikan Phoenix putih itu. Benar-benar putih, sangat indah.
“Namanya adalah Phoebe, Shein-sama,” ucap salah satu pelayan keluarga Einverd yang kebetulan melewati ruangan tersebut.”Kenapa Shein-sama melihatnya dengan pandangan seperti itu?”
Aku menggeleng dan hanya mengacuhkan pertanyaan pelayan tersebut. Sangat tertarik pada sesuatu yang ada di hadapanku sekarang. Kurasakan burung itu terlihat masih bingung dengan keadaan ini, mungkinkah..Chain? Jika benar, dia adalah chain terindah yang pernah kulihat. Bulu-bulunya mengingatkanku pada bunga Rosa Alba yang putih bersih.
Lalu..Kalaupun phoenix ini memang Chain..Apa yang harus kulakukan? Aku..Kenapa aku merasa tertarik untuk menjadi kontraktornya?
Pikirkanlah, Shein..
Kau ini lemah, sedikit-sedikit jatuh sakit. Kenapa kau sekarang berpikiran untuk ikut campur dalam masalah ini? Kau hanya akan membahayakan orang-orang, kau tidak pantas memiliki Chain, Shein. Apalagi Chain seindah ini.
“Baiklah, bawa Phoenix ini ke kamar,” perintahku pada pelayannya.”Kelihatannya dia kelelahan.”
Aku mengikuti pelayanku untuk menuju ke sebuah kamar. Entah kenapa aku merasakan hal yang aneh..Merasa tertarik kepada chain? Apa-apaan ini..Pasti ada yang salah denganku, tidak mungkin…Rasanya..
“Shein-sama, kita sudah sampai. Ada apa Shein-sama, apa ada yang salah?” pelayan itu lagi-lagi menanyaiku.
“Tidak, aku hanya sedikit melamun.”
Pelayan itu menaruh Phoebe di atas sebuah kasur di kamar tersebut, membiarkannya beristirahat. Aku duduk dengan malas di sofa dekat kasur tersebut. Sofa itu putih, sama seperti chain itu.
“Jadi..Apakah dia sebuah Chain..atau..,” aku merasa ragu. Apakah memang ada chain seindah ini? Setauku Chain berbentuk seperti monster atau hal-hal menyeramkan lainnya.
“Ya, itu adalah Chain legendaris keluarga Einverd. Shein-sama. Keluarga Einverd telah menyelamatkannya dari abyss, dan sejak saat itu dia selalu bersama dengan keluarga ini, begitulah kira-kira.”
Aku bertanya dengan ragu, entah kenapa berharap pada suatu hal, ”Apa..Apa chain ini sudah memiliki contractor?”
Pelayan itu menggeleng. Lalu kenapa aku berharap..Berharap untuk menjadi contractornya? Ingatlah Shein, kondisi tubuhmu benar-benar buruk. Jangan kau buat keputusan seenaknya.
“Bolehkah..Aku..Jadi contractornya?”
Hei, tunggu sebentar Shein..Kenapa..Kenapa aku berkata seperti itu? Mulutku seperti bergerak sendiri sesuai dengan apa kata hatiku. Apa yang harus kulakukan sekarang?
“Tentu saja,” jawab pelayan tersebut tersenyum padaku.”Itu bisa di urus..Lagi pula dia adalah Legal Chain, tak akan bermasalah bagi kesehatan Shein-sama.”
Aku menggangguk, lega. Kurasa aku memang tak tau apa-apa soal Chain atau apapun yang berhubungan dengan itu. Hanya kadang-kadang saja mendengarkan cerita Shien dengan ILLE HOLE-nya. Dan sejak saat itu entah kenapa aku agak takut pada chain, mendengar penjelasan Shien itu..
BRUK
Terdengar suara cukup keras yang berasal dari halaman keluarga Einverd. Shein dapat mendengarnya dengan jelas karena kamar tersebut memang dekat dengan halamannya.
“Hmm..Pasti dia lagi,” aku sudah tau pasti DIA yang membuat ulah lagi. Coba pikir, siapa lagi yang suka memanjat dan menyusup masuk ke kediaman elite bangsawan seperti ini?
Kudengar langkah kaki orang itu. Aku masih memperhatikan burung phoenix tersebut, sambil menunggu orang itu masuk ke ruangan ini, pasti dia mau mencariku.
“Ternyata kau ada di sini! Ah..,” mata emerald green-nya memandang kea rah phoenix, baju bangsawan hijaunya masih kusut akibat terjatuh terkena semak-semak tadi. ”Itu..Chain kah?”
Yah, jika sudah menyangkut masalah binatang Raven memang cepat tanggap. Tapi percayalah, dia kadang suka berpikiran lambat dan melamun sendiri.
“Ya,” jawabku simple.
“Siapa kontraktornya? Menyenangkan sekali memiliki Chain seperti Phoenix ini, pasti dia orang yang sangat beruntung,” Raven tersenyum riang.
Aku? Beruntung? Begitukah menurutmu, Raven?
“Ngg..Sebenarnya aku yang membuat kontrak dengannya..,” aku berkata ragu-ragu pada Raven. Sebenarnya aku sendiri tak yakin dengan apa yang ku katakana itu.
Raven sejenak melongo, dia tentu tau sifatku. Yang malas berurusan dengan hal-hal seperti ini. Tapi ini semua sudah terlanjur.
“Tapi..Kenapa Shein? Aku senang akhirnya kau memilih untuk mengikat kontrak juga dengan chain..”
Aku menarik nafasku dalam-dalam, mencoba menceritakan kejadian tadi pada Raven yang bodoh itu. ”Aku..tak tau..Kenapa aku bisa menerima membuat kontrak dengannya. Aku sendiri tidak tau, Raven..”
“Jadi kau membuat kontrak dengannya tanpa alasan? Siapa namanya?” Raven agak tertawa ketika bertanya hal itu, tentu aku menyadarinya. Ya, aku memang sama bodohnya denganmu saat ini.
“Jangan tertawa seperti itu padaku,” ucapku ketus padanya, ”Kau tidak tau..Apa yang sebenarnya terjadi tadi..Aku pun..,” Aku mengacak-acak rambutku sendiri, dia bingung, tepatnya ketularan kebiasaan Raven yang selalu mengacak-acak rambutnya sendiri ketika sedang bingung. ”Namanya..Phoebe..Tapi kupikir aku akan memberi nama yang lebih manusiawi padanya, Rheaffel Kharisteria.”
“Ahahaha, baiklah..Aku hanya bercanda, Shein-sama,” Raven mulai menjaihili Shein. ”OH! Bukankah aku tamu di sini? Sebaiknya anda membuatkanku teh, Shein-sama,” Raven tersenyum jahil.
“CIH!” ya, aku tau dia hanya bercanda. Tetapi tak ada salahnya membuatkan the. Itu memang salah satu dari hobiku.
Raven memandang ke sekelilingnya. Ada grand piano hitam, sepertinya milik Shein. Sambil menunggu tak ada salahnya bermain piano, pikirnya. Raven mendekati piano tersebut, dan mulai memainkan sebuah lagu. Itu salah satu lagu ciptaannya, “MOONLESS”.
Raven merasakan gadis itu sepertinya sudah bangun dari tidurnya. Raven menghentikan permainan pianonya, dan mendekati gadis phoenix tersebut dan membantunya untuk duduk.
“Kau tidak apa-apa?” Tanya Raven pada gadis yang ada di depannya. ”Kau Phoebe kan? Phoenix putih itu?” Tanya Raven lagi cerewet.
Aku masuk membawa dua cangkir teh hangat untuk mereka berdua. Raven dan Rhea. Tak sengaja kudengar pembicaraan mereka berdua.
“Namanya Rhea. Aku kan sudah memberi tahumu tadi, bodoh,” ucap Shein membalas keisengan Raven.
“OH, ya, aku tau.. Rheaffel Kharisteria kan?” Raven mulai tersenyum lagi, dia kembali berdiri, tetapi masih memperhatikan Rhea. “Kau tau.., namaku adalah Raven. Raven Novadion.”
Dan..
Kelihatannya Rhea mulai tertidur lagi. Raven hanya tersenyum tipis melihat Rhea yang sepertinya kelelahan itu. Raven buru-buru meminum teh buatan temannya itu.
Terdengar suara pintu terbuka lagi. Shein dengan senang buru-buru menyambut kakak kembarnya yang baru dating itu, Shien Einverd. Shein sangat senang, dia juga menceritakan tentang Phoebe dengan semangat.
Shien menepuk-nepuk kepala Shein. Dia tersenyum. Entah itu senyum Evil atau senyuman yang tulus.
“Itu bagus…Paling tidak dengan adanya Phoebe, kau bisa ‘sedikit ‘ menghilangkan rasa sakitmu nanti,” Shien tersenyum, kali ini membuat Shein merinding.
Apa maksudnya ‘Rasa sakitku nanti?’
-BERSAMBUNG-
di buat berdasarkan OMAKE PHOEBE AKA RHEA by Qwerty-senp
Alfonze Alger- Admin
- Posts : 10769
Points : 11096
Join date : 2009-06-18
Age : 32
Location : Bandung
Character Bio
Character Name: Alfonze Alger
Status: Gavium Family
Job: Knight, pandora elite officer, contractor,
Re: Shein's past
Aku berjalan linglung, burung phoenix itu kini selalu mengikutiku kemanapun aku pergi. Tapi aku tak tau apa yang harus kulakukan padanya. Apakah melatihnya seperti yang Shien-nii sama lakukan? Apa harus begitu?
Aku melirik burung phoenix putih itu lagi, memperhatikannya, apakah dia mengerti bahasaku? Apa dia dapat berbicara?
“Et-to..,” Shein menggaruk-garuk kepalanya, bingung harus berbicara apa padanya.”Kau dapat berubah menjadi manusia sepertiku kan? Apa kau dapat berbicara dan memahami apa yang kukatakan?”
Phoebe mengangguk, dan dia beubah pada human mode-nya, dan mulai mengeluarkan suara untuk pertama kalinya padaku,”Tentu bisa, Master Shein. Aku Phoebe, senang dapat menjadi chain master.”
Aku mengangguk-angguk saja, dan teringat pada nama…Nama yang tadi akan kuberikan padanya. Nama yang lebih manusiawi dari pada nama PHOEBE.Nama itu..
“Rheaffel Kharisteria,” aku mengucapkannya tiba-tiba membuat gadis chain itu kebingungan akan apa yang kukatakan.”Itu..Namamu. Kau bisa berubah menjadi
manusia kan? Itulah nama yang lebih manusiawi, kuberikan untukmu. Jika kupanggil Rhea, kau harus ingat untuk menjawabku,” ucapku tersenyum padanya.
Rhea. Ya, itulah nama barunya. Aku tau nama adalah sesuatu yang penting bagi seseorang. Dan gadis ini, aku merasakan bahwa dia bukanlah sekedar chain. Walau aku belum pernah mengikat kontrak dengan chain sebelumnya. Tapi kurasa Rhea memang manusia, aku tak tau kenapa aku menganggapnya seperti itu.
“Nama yang indah..Terima kasih, Master Shein,” ucapnya tetapi masih tanpa ekspresi.
Aku membalas rasa terima kasihnya dengan senyuman tulus. Nama itu memang penting. Kau pantas mendapatkan nama itu.
Di mulailah hari-hariku bersamanya. Aku tidak tau, mungkin tepatnya malas untuk melatihnya. Karena aku terlalu kebingungan memikirkan apa yang seharusnya kulakukan. Ya, aku memang tidak berguna. Hanya orang yang sakit-sakitan, bahkan untuk keluarga Einverd pun aku tak bisa melakukan apa-apa seperti kakak-ku.
Tapi kurasa..Semenjak ada Phoebe ataupun Rhea, rasa kesepianku..Kesepian yang mendalam ini kurasa sedikit demi sedikit telah berkurang. Aku berharap rasa kesepian ini cepat-cepat menghilang. Karena aku sudah bosan..Bosan pada hidup ini, hidup yang kesepian.
==========================================================
Aku benar-benar kaget mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh pelayanku. Ku harap aku benar-benar salah dengar dan kenyataan yang sebenarnya sangat sulit bagiku untuk menerimanya.
“Apa katamu? Coba katakan sekali lagi,” ucapku mau memastikan berita tersebut.
Pelayan itu menarik nafas dalam-dalam dan mencoba menyampaikan berita tersebut padaku sekali lagi,”Itu benar…Shien-sama akan menuju medan perang untuk bertempur sore ini. Ini akibat dari sesama Four Great Duke Houses yang saling menyadari akan adanya saingan.”
“T..tapi..Kenapa harus bertempur? Tak bisakah dengan cara baik-baik?”
“Kau tau, Shein-sama…Keempat keluarga saling bersaing selama berpuluh-puluh tahun untuk memperebutkan kelima pintu itu. Dan hari inilah..Puncak dari segalanya. Keempat keluarga akan bertarung, sore ini. Sebaiknya Shein-sama cepat-cepat membereskan perlengkapan, karena kita akan pindah dari sini untuk sementara.”
Aku tak mendengar kata-kata pelayan tersebut. Yang mampu dicerna oleh otakku hanyalah ‘Shien’. Tepatnya aku memang khawatir pada kakak-ku..Bagaimana bisa aku kabur sementara kakakku bertempur untuk membela Einverd? Itu benar-benar memalukan, Shein..Apa yang harus kulakukan? Apa harus membantu Shien-nii sama bertempur? Tapi..Kondisiku..Apa Einverd bisa menang dengan kehadiranku?
Aku melirik pada Rhea. Saat itu kami sedang minum teh di taman. Rhea belum mengetahui hal ini. Apa aku harus mengajaknya juga? Tentu saja. Dia chain-ku, harus kuberitahu.
“Rhea..Sore ini..Sore ini, kita akan bertempur. Melawan Four Duke Houses.”
Aku hanya berkata seperti itu padanya karena aku tau, dia pastiakan ikut denganku. Ke pertempuran berdarah itu. Aku segera menuju kamarku, entah kenapa perasaanku tidak enak dan kata hatiku mengatakan padaku untuk tetap tinggal di sini. Tapi, otakku lebih memilih untuk ikut bertempur, dan kata hatiku kalah pada otakku. Jadi..Sore ini ya..
Aku pun mencoba untuk melihat Shien ke kamarnya. Apa dia tidak gugup? Bukankah ini pertempuran yang berbahaya? Shien..Dia pasti gugup, aku harus menghiburnya. Kulangkahkan kakiku ke sana, ke kamar Shien. Kudengar suara tawanya, apa aku tak salah dengar? Aku bahkan tak dapat sedikitpun tersenyum sejak mendengar berita tentang pertempuran ini.
“Shien-nii sama?”
Shien melihatku..Dengan tatapan yang tak biasa. Sepertinya dia marah karena aku tak mengetuk pintu terlebih dahulu. Itu karena pintunya terbuka, jadi buat apa aku mengetuk pintu? Dan lagi..Shien nii-sama sepertinya memang habis tertawa, kenapa?
“Onii-sama ada apa? Ada suatu hal yang lucu?” tanyaku padanya.
Dia tersenyum lagi, tetapi masih agak tertawa.
“Kau seharusnya mengetuk pintu terlebih dahulu, Shein..,” Shien tersenyum terus hari ini, moodnya pasti sedang baik sekali. Tapi kenapa? Bukankah seharusnya ini merupakan hari yang buruk? Shien kembali melanjutkan kalimatnya,”Tidak, tidak ada yang lucu..Aku hanya yakin aku akan menang hari ini.”
Akhir-akhir ini Shien-nii sama menjadi aneh. Entah kenapa aku pun menjadi agak tidak nyaman berdekatan dengannya..Rasanya..Seperti dia ingin membunuhku.
“Oh..Begitu? Ahh..Baiklah, nii-sama..Semoga..Semoga berhasil,” aku gemetaran, tak bisa melihat mata kakakku sendiri sejak kemarin-kemarin. Aku segera meninggalkan ruangan itu. Meninggalkan Shien-nii sama yang sepertinya akan tertawa lagi. Mentertawakan aku kah?
Berjam-jam kumenunggu di taman, gelisah, apakah keputusanku untuk ikut berperang itu benar. Tapi melihat Shien-nii sama yang begitu baik, dan yakin akan menang itu membuat percaya diriku agak naik. Setidaknya aku mungkin bisa membantu dalam hal mengobati atau yang lainnya. Ya, benar. Aku akan pergi, ke medan perang…
Aku mengambil satu buah pedang di gudang persenjataan Einverd. Pedang yang kurasa cukup berat untuk aku yang lemah ini. Aku ragu dengan benda yang kuambil itu. Sebuah pedang. Memakainya saja aku tak yakin apakah bisa lancar atau tidak.
Rombongan dari keluarga Einverd sudah duluan menuju ke tengah kota. Dan aku masih di sini..Akulah orang bodoh yang bimbang dengan apa yang harus kulakukan sekarang. Aku masih melihat pedang yang ada di depanku, sebuah pedang berukuran 80 cm, yang nanti mungkin akan berlumuran oleh darah.
Baiklah, ini keputusanku sendiri..Aku tak boleh menyesal..
“Ayo, Phoebe..Maafkan aku karena keputusanku yang nekat ini. Kuharap semua akan berjalan baik-baik saja,” aku mengambil jubahku, menuju ke kota Sabrie, kota yang akan menjadi tumpah darah pertarungan ini.
====================================================
Raven lagi-lagi melamun di kamarnya sendiri. Dia memperhatikan saudara-saudaranya sesama keluarga Novadion sedang sibuk sekali menyiapkan alat-alat peperangan.
Apa arti dari semua ini? Apakah ini yang diinginkan semua orang? Berperang tanpa suatu alasan yang benar? Raven mengumpati saudara-saudaranya itu. Dia tak tahan melihat permusuhan di antara keempat keluarga tersebut.
Ada seseorang yang memasuki kamar Raven, Duke Novadion, sang pemimpin Novadion dan Sterne Millicent Novadion, si generasi ketiga dari keluarga Novadion. Raven hanya diam melihat kedatangan mereka yang tak di undang tersebut.
“Raven,” ucap Duke Novadion.”Kau tak bersiap-siap untuk berperang nanti? Kau ini, memiliki chain yang hebat, dan kekuatan fisikmu juga tak kalah hebatnya..Kau harus ikut.”
Raven menggeleng, dia tersenyum mengejek pada ayah yang memaksanya ikut tersebut.
“Tidak, otoo-sama.., terima kasih sudah menawarkannya, tapi kata hatiku mengatakan untuk tidak mengikuti perang itu,” Raven memang selalu mengikuti kata hatinya, dan dia yakin tak ingin ikut.”Kurasa..Dengan adanya Stein-nii sama kalian bisa menang dengan mudah.”
“CIH! SESUKAMU!” Duke Novadion memberikan isyarat pada Stein untuk mengikutinya, dia membanting pintu sekencang-kencangnya, membiarkan Raven yang terus tersenyum sinis padanya. Di keluarga Novadion ini memang selalu seperti ini, tak akrab dengan member-member lainnya. Mungkin hanya Raven dan beberapa orang saja yang sifatnya masih dibilang baik.
“Ahaha..Kalian semua..Apa maksud kalian memulai peperangan, itu sangatlah bodoh,” Raven menidurkan dirinya sendiri di kasur, dia memejamkan matanya.
Apakah Shein juga ikut dalam peperangan itu? Pasti tidak..Aku yakin, prinsipnya sama denganku..Raven menutup matanya, dan semuanya menjadi gelap. Menunggu peperangan itu selesai, dia tak tau apa yang akan terjadi di sana. Di peristiwa berdarah yang akan sebentar lagi akan di mulai.
-TO BE CONTINUED-
kepanjangan, mau di lanjut sih..
Aku melirik burung phoenix putih itu lagi, memperhatikannya, apakah dia mengerti bahasaku? Apa dia dapat berbicara?
“Et-to..,” Shein menggaruk-garuk kepalanya, bingung harus berbicara apa padanya.”Kau dapat berubah menjadi manusia sepertiku kan? Apa kau dapat berbicara dan memahami apa yang kukatakan?”
Phoebe mengangguk, dan dia beubah pada human mode-nya, dan mulai mengeluarkan suara untuk pertama kalinya padaku,”Tentu bisa, Master Shein. Aku Phoebe, senang dapat menjadi chain master.”
Aku mengangguk-angguk saja, dan teringat pada nama…Nama yang tadi akan kuberikan padanya. Nama yang lebih manusiawi dari pada nama PHOEBE.Nama itu..
“Rheaffel Kharisteria,” aku mengucapkannya tiba-tiba membuat gadis chain itu kebingungan akan apa yang kukatakan.”Itu..Namamu. Kau bisa berubah menjadi
manusia kan? Itulah nama yang lebih manusiawi, kuberikan untukmu. Jika kupanggil Rhea, kau harus ingat untuk menjawabku,” ucapku tersenyum padanya.
Rhea. Ya, itulah nama barunya. Aku tau nama adalah sesuatu yang penting bagi seseorang. Dan gadis ini, aku merasakan bahwa dia bukanlah sekedar chain. Walau aku belum pernah mengikat kontrak dengan chain sebelumnya. Tapi kurasa Rhea memang manusia, aku tak tau kenapa aku menganggapnya seperti itu.
“Nama yang indah..Terima kasih, Master Shein,” ucapnya tetapi masih tanpa ekspresi.
Aku membalas rasa terima kasihnya dengan senyuman tulus. Nama itu memang penting. Kau pantas mendapatkan nama itu.
Di mulailah hari-hariku bersamanya. Aku tidak tau, mungkin tepatnya malas untuk melatihnya. Karena aku terlalu kebingungan memikirkan apa yang seharusnya kulakukan. Ya, aku memang tidak berguna. Hanya orang yang sakit-sakitan, bahkan untuk keluarga Einverd pun aku tak bisa melakukan apa-apa seperti kakak-ku.
Tapi kurasa..Semenjak ada Phoebe ataupun Rhea, rasa kesepianku..Kesepian yang mendalam ini kurasa sedikit demi sedikit telah berkurang. Aku berharap rasa kesepian ini cepat-cepat menghilang. Karena aku sudah bosan..Bosan pada hidup ini, hidup yang kesepian.
==========================================================
Aku benar-benar kaget mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh pelayanku. Ku harap aku benar-benar salah dengar dan kenyataan yang sebenarnya sangat sulit bagiku untuk menerimanya.
“Apa katamu? Coba katakan sekali lagi,” ucapku mau memastikan berita tersebut.
Pelayan itu menarik nafas dalam-dalam dan mencoba menyampaikan berita tersebut padaku sekali lagi,”Itu benar…Shien-sama akan menuju medan perang untuk bertempur sore ini. Ini akibat dari sesama Four Great Duke Houses yang saling menyadari akan adanya saingan.”
“T..tapi..Kenapa harus bertempur? Tak bisakah dengan cara baik-baik?”
“Kau tau, Shein-sama…Keempat keluarga saling bersaing selama berpuluh-puluh tahun untuk memperebutkan kelima pintu itu. Dan hari inilah..Puncak dari segalanya. Keempat keluarga akan bertarung, sore ini. Sebaiknya Shein-sama cepat-cepat membereskan perlengkapan, karena kita akan pindah dari sini untuk sementara.”
Aku tak mendengar kata-kata pelayan tersebut. Yang mampu dicerna oleh otakku hanyalah ‘Shien’. Tepatnya aku memang khawatir pada kakak-ku..Bagaimana bisa aku kabur sementara kakakku bertempur untuk membela Einverd? Itu benar-benar memalukan, Shein..Apa yang harus kulakukan? Apa harus membantu Shien-nii sama bertempur? Tapi..Kondisiku..Apa Einverd bisa menang dengan kehadiranku?
Aku melirik pada Rhea. Saat itu kami sedang minum teh di taman. Rhea belum mengetahui hal ini. Apa aku harus mengajaknya juga? Tentu saja. Dia chain-ku, harus kuberitahu.
“Rhea..Sore ini..Sore ini, kita akan bertempur. Melawan Four Duke Houses.”
Aku hanya berkata seperti itu padanya karena aku tau, dia pastiakan ikut denganku. Ke pertempuran berdarah itu. Aku segera menuju kamarku, entah kenapa perasaanku tidak enak dan kata hatiku mengatakan padaku untuk tetap tinggal di sini. Tapi, otakku lebih memilih untuk ikut bertempur, dan kata hatiku kalah pada otakku. Jadi..Sore ini ya..
Aku pun mencoba untuk melihat Shien ke kamarnya. Apa dia tidak gugup? Bukankah ini pertempuran yang berbahaya? Shien..Dia pasti gugup, aku harus menghiburnya. Kulangkahkan kakiku ke sana, ke kamar Shien. Kudengar suara tawanya, apa aku tak salah dengar? Aku bahkan tak dapat sedikitpun tersenyum sejak mendengar berita tentang pertempuran ini.
“Shien-nii sama?”
Shien melihatku..Dengan tatapan yang tak biasa. Sepertinya dia marah karena aku tak mengetuk pintu terlebih dahulu. Itu karena pintunya terbuka, jadi buat apa aku mengetuk pintu? Dan lagi..Shien nii-sama sepertinya memang habis tertawa, kenapa?
“Onii-sama ada apa? Ada suatu hal yang lucu?” tanyaku padanya.
Dia tersenyum lagi, tetapi masih agak tertawa.
“Kau seharusnya mengetuk pintu terlebih dahulu, Shein..,” Shien tersenyum terus hari ini, moodnya pasti sedang baik sekali. Tapi kenapa? Bukankah seharusnya ini merupakan hari yang buruk? Shien kembali melanjutkan kalimatnya,”Tidak, tidak ada yang lucu..Aku hanya yakin aku akan menang hari ini.”
Akhir-akhir ini Shien-nii sama menjadi aneh. Entah kenapa aku pun menjadi agak tidak nyaman berdekatan dengannya..Rasanya..Seperti dia ingin membunuhku.
“Oh..Begitu? Ahh..Baiklah, nii-sama..Semoga..Semoga berhasil,” aku gemetaran, tak bisa melihat mata kakakku sendiri sejak kemarin-kemarin. Aku segera meninggalkan ruangan itu. Meninggalkan Shien-nii sama yang sepertinya akan tertawa lagi. Mentertawakan aku kah?
Berjam-jam kumenunggu di taman, gelisah, apakah keputusanku untuk ikut berperang itu benar. Tapi melihat Shien-nii sama yang begitu baik, dan yakin akan menang itu membuat percaya diriku agak naik. Setidaknya aku mungkin bisa membantu dalam hal mengobati atau yang lainnya. Ya, benar. Aku akan pergi, ke medan perang…
Aku mengambil satu buah pedang di gudang persenjataan Einverd. Pedang yang kurasa cukup berat untuk aku yang lemah ini. Aku ragu dengan benda yang kuambil itu. Sebuah pedang. Memakainya saja aku tak yakin apakah bisa lancar atau tidak.
Rombongan dari keluarga Einverd sudah duluan menuju ke tengah kota. Dan aku masih di sini..Akulah orang bodoh yang bimbang dengan apa yang harus kulakukan sekarang. Aku masih melihat pedang yang ada di depanku, sebuah pedang berukuran 80 cm, yang nanti mungkin akan berlumuran oleh darah.
Baiklah, ini keputusanku sendiri..Aku tak boleh menyesal..
“Ayo, Phoebe..Maafkan aku karena keputusanku yang nekat ini. Kuharap semua akan berjalan baik-baik saja,” aku mengambil jubahku, menuju ke kota Sabrie, kota yang akan menjadi tumpah darah pertarungan ini.
====================================================
Raven lagi-lagi melamun di kamarnya sendiri. Dia memperhatikan saudara-saudaranya sesama keluarga Novadion sedang sibuk sekali menyiapkan alat-alat peperangan.
Apa arti dari semua ini? Apakah ini yang diinginkan semua orang? Berperang tanpa suatu alasan yang benar? Raven mengumpati saudara-saudaranya itu. Dia tak tahan melihat permusuhan di antara keempat keluarga tersebut.
Ada seseorang yang memasuki kamar Raven, Duke Novadion, sang pemimpin Novadion dan Sterne Millicent Novadion, si generasi ketiga dari keluarga Novadion. Raven hanya diam melihat kedatangan mereka yang tak di undang tersebut.
“Raven,” ucap Duke Novadion.”Kau tak bersiap-siap untuk berperang nanti? Kau ini, memiliki chain yang hebat, dan kekuatan fisikmu juga tak kalah hebatnya..Kau harus ikut.”
Raven menggeleng, dia tersenyum mengejek pada ayah yang memaksanya ikut tersebut.
“Tidak, otoo-sama.., terima kasih sudah menawarkannya, tapi kata hatiku mengatakan untuk tidak mengikuti perang itu,” Raven memang selalu mengikuti kata hatinya, dan dia yakin tak ingin ikut.”Kurasa..Dengan adanya Stein-nii sama kalian bisa menang dengan mudah.”
“CIH! SESUKAMU!” Duke Novadion memberikan isyarat pada Stein untuk mengikutinya, dia membanting pintu sekencang-kencangnya, membiarkan Raven yang terus tersenyum sinis padanya. Di keluarga Novadion ini memang selalu seperti ini, tak akrab dengan member-member lainnya. Mungkin hanya Raven dan beberapa orang saja yang sifatnya masih dibilang baik.
“Ahaha..Kalian semua..Apa maksud kalian memulai peperangan, itu sangatlah bodoh,” Raven menidurkan dirinya sendiri di kasur, dia memejamkan matanya.
Apakah Shein juga ikut dalam peperangan itu? Pasti tidak..Aku yakin, prinsipnya sama denganku..Raven menutup matanya, dan semuanya menjadi gelap. Menunggu peperangan itu selesai, dia tak tau apa yang akan terjadi di sana. Di peristiwa berdarah yang akan sebentar lagi akan di mulai.
-TO BE CONTINUED-
kepanjangan, mau di lanjut sih..
Alfonze Alger- Admin
- Posts : 10769
Points : 11096
Join date : 2009-06-18
Age : 32
Location : Bandung
Character Bio
Character Name: Alfonze Alger
Status: Gavium Family
Job: Knight, pandora elite officer, contractor,
Re: Shein's past
Aku berjalan, menelusuri jalan setapak itu, tepatnya jalan pintas. Aku hanya mengikuti Knight-ku menuju tempat pertempuran tersebut. Hari sudah menjelang malam, kenapa mereka memulai pertempuran pada malam hari? Apa maksud dari semua ini?
Aku terus berjalan, melewati pepohonan dan angin malam terus menerpaku. Peperangan sepertinya sudah di mulai, dan aku memang memaksa Knight-ku untuk mengantarkanku ke sana, ke tempat itu, walau knight-ku itu memang benar-benar keras kepala sehingga aku harus mengancamnya terlebih dahulu.
Kulihat Rhea, dia terlihat gugup. Wajar saja, akupun sangat gugup, aku sendiri tak yakin apakah aku sanggup melihat peperangan itu, apalagi bergabung di sana. Apakah aku sanggup? Aku selalu saja seperti ini, memaksakan diriku sendiri padahal aku sendiri tidak yakin apakah aku sanggup atau tidak.
“Tenangkan dirimu, Rhea… aku tau ini salahku, tapi kita memang harus bergabung ke pertempuran itu, atau setidaknya melihat dan membantu,” ucapku, siapa tau saja dapat menenangkannya.
Dari kejauhan kulihat kota, kota itu sangat jelas, jelas karena ada api di sekitarnya, tepatnya kota itu di kelilingi oleh api. Aku terdiam sejenak, kota ini… bukankah ini kota Sabrie? Aku berlari, bahkan meninggalkan knight-ku jauh di belakangku, ingin segera memastikan kota itu. Kota tempat dia bermain dan bersenang-senang. Apakah mungkin?
“Ukh….”
Aku menghentikan langkah kakiku, tepat sekali di gerbang masuk kota Sabrie. Ada banyak mayat di sana, mayat-mayat penduduk yang terbakar, darah ada di mana-mana, bahkan ada beberapa potong bagian tubuh mayat yang terpisah dari badannya. Aku langsung menutup hidungku, bau menyengat darah ada di mana-mana, itu jelas membuatku mual.
Di mana para penduduk yang selalu tersenyum padaku? Di mana bunga-bunga indah yang selalu menghiasi gerbang masuk kota ini? Di mana bintang-bintang yang selalu bertaburan di langit kota ini? Tidak ada. Hilang. Musnah. Yang ada hanyalah lautan darah sekarang. Tubuhku lemas melihat semua itu, aku terjatuh, masih menutupi hidungku dengan salah satu tanganku. Inikah yang dinamakan peperangan?
“SHEIN-SAMA!”
Knight itu menghampiriku, dia panik melihatku terjatuh, ya itulah tugas knight, melindungi masternya. Tiba-tiba saja aku teringat Shien-nii sama. Apakah dia baik-baik saja? Bagaimana kalau sesuatu yang buruk terjadi padanya? Tidak…
“KITA CARI SHIEN-NII SAMA SEKARANG… ayo, Rhea,” Shein menarik tangan Rhea, dia panik membayangkan kakak satu-satunya itu sedang luka-luka parah, bahkan tidak ada lagi di dunia ini.
Aku dan Rhea berlari meninggalkan Knight-ku itu. Dia tetap memanggil-manggilku agar aku tidak memasuki kota Sabrie lebih dalam, tapi aku tidak mendengarnya, di dalam pikiranku hanya ada Shien. Kulewati rumah-rumah penduduk yang sudah terbakar, kadang aku menginjak darah yang berceceran di tanah. Aku sudah tak peduli lagi dengan darah atau mayat-mayat itu, hanya Shien, keselamatan Shien.
====================================================
Shien tertawa. Dia begitu menikmati peperangan ini, darah sudah melumuri baju bangsawannya. ILLE HOLE-nya masih aktif, menghisap banyak orang di sekitarnya dan membuat mereka tersiksa. Pedang warisan keluarga Einverd di pegangnya dan di gunakan sebagai pencabik tubuh mangsa yang ingin di bunuhnya.
“LIHATLAH! INI AKIBAT DARI KALIAN YANG MELAWAN KE-ABSOLUTANKU!”
Shien kembali memotong-motong tubuh member Novadion yang ada di depannya. Wajahnya memperlihatkan kesenangan dalam membunuh, dan dia tertawa terus seperti orang gila. Setelah puas membunuh member DUKE HOUSES, Shien berhenti dan menuju sebuah gudang yang ada di dekat sana. Moodnya terlihat sangat bagus karena semua yang di rencanakannya berjalan mulus. Dia sengaja tidak memberi tahu penduduk kota Sabrie peperangan hari ini, dan beberapa illgal chain yang sengaja di keluarkannya untuk membunuh para penduduk.
“Kalian semua benar-benar bodoh. Pikiranku yang absolute ini tak akan ada yang dapat mengalahkannya,” Shien menuju sebuah pintu, itu pintu menuju abyss yang dimiliki oleh keluarga Einverd.
Shien ingin melakukan sesuatu, dan seluruh pintu sudah ada di depannya kini. Dia sebentar lagi akan menguasai abyss, dan menghancurkan seluruh kota, ah bukan, bahkan seluruh dunia akan dirubahnya menjadi abyss.
“Sebentar lagi, Shien…kau akan merubah dunia, ya, itu benar,” Shien mendekatkan tangannya ke pintu-pintu tersebut, tetapi ternyata ada sebuah pisau yang melaju cepat ke arah pintu tersebut. Tepat menancap di dekat tangan Shien, tetapi pisau tersebut tak mengenainya. Shien melihat pisau itu, ada lambang Novadion.
Shien hanya tersenyum licik melihat pisau NOVADION itu hampir saja mengenainya. Tetapi Shien masih dalam posisi menghadap pintu tersebut, dia masih mengira-ngira siapa yang melemparkan pisau tersebut.
“Wah, wah…kau masih bisa bertahan ya, Stein-san,” Shien berbalik, dan melihat Stein yang luka parah tetapi masih nekat untuk melakukan hal seperti melempar pisau padanya.
Shien memilih untuk bermain-main sebentar sebelum membunuh Stein. Shien dengan mudahnya menghindari setiap serangan yang di berikan oleh Stein. Lagi pula gerakan Stein mulai melambat, karena lukanya, dia memaksakan diri untuk menyerang Shien. Shien mulai bosan menghindar terus, dan dia mempunyai ide, membuat Stein lebih tersiksa dari pada mati di bunuh olehnya.
Shien mendekati Stein yang sudah tidak bisa bergerak lagi. Stein saat itu hanya bisa mengumpat-ngumpat tindakan Shien. Shien mendekati telinga Stein, dan berbisik.
“Kau tau? Sebaiknya kau berterima kasih padaku, karena aku lebih memilih untuk menyiksamu terlebih dahulu sebelum membunuhmu.”
Shien memukul keras-keras tubuh Stein, memukulnya sampai pingsan dan menyeretnya masuk ke pintu, tepatnya pintu yang menuju abyss. Itulah maksud Shien, ‘Menyiksa terlebih dahulu sebelum membunuhnya’. Shien ingin sekali melihat Stein yang mati di siksa oleh para illegal chain di abyss.
“STEIN!” terdengar suara panggilan Duke Novadion yang baru saja menyadari anaknya tersebut sudah di jatuhkan ke abyss oleh Shien. Duke Novadion baru datang, tentu dia tidak mengerti apa yang telah terjadi di sana.
=======================================================
Aku merasakan adanya hawa ILLE-HOLE di sekitar sini. Pasti, onii-sama tak jauh dari sini. Mungkinkah di gudang itu?
Aku segera menuju ke sana, berharap Shien baik-baik saja dan semuanya akan kembali seperti semula. Ya, seperti dulu. Aku dan Shien yang selalu hidup damai di kediaman Einverd.
“Shien nii-sa…,” tiba-tba saja aku benar-benar terkejut dengan apa yang telah kulihat di dalam gudang tersebut. Shien sedang bertarung melawan Duke Novadion. Dan bodohnya lagi aku sendiri tak tau harus berbuat apa ketika melihat Shien yang sedang kesulitan melawan Duke Novadion. Apa yang harus kulakukan?
Shien terluka cukup parah akibat serangan dari Duke Novadion yang bertubi-tubi. Duke Novadion tiba-tiba saja kekuatan chainnya langsung naik drastis ketika melihat anaknya, Stein di jatuhkan ke abyss oleh Shien. Tangan kanan Shien terluka parah, dan itu agak menyulitkannya untuk memerintahkan ILLE-HOLE menyerang Duke Novadion.
“Ukh…,” Shien memegangi tangan kanannya yang darahnya terus-menerus keluar, tak berhenti akibat serangan bertubi-tubi itu. Darah terus menetes, ke lantai gudang tersebut. Itu tentu membuatku panic akan Shien.
“SHIEN-NII SAMA!” aku berusaha berguna untuknya, tadinya aku ingin mengaktifkan kekuatan chain Rhea, menjadi Phoebe, tapi bagaimana caranya? Tak ada yang bisa kulakukan selain mengeluarkan pedangku dan menyerang Duke Novadion.
Duke Novadion itu dengan mudahnya menangkis seranganku dengan Chainnya. Aku terpental dan mengenai pintu gudang dengan kekuatan dorongan yang kurasa cukup keras dan wajar saja aku langsung terpental. Karena aku tidak bisa menggunakan pedang dan semacamnya. Yang kulakukan memang hanya terbaring lemah di kasurku. Lalu kenapa aku melakukan ini jika aku tak yakin dengan semua yang kulakukan, huh?
Shien yang baru saja menyadari kedatangan adik kembarnya tersebut tidak terlalu terkejut ketika melihat Shein yang terpental cukup keras itu, dia hanya takut Shein mengganggu petarungannya. Padahal Shien sudah menyiapkan ‘hadiah’ khusus untuk Shein jika dia sudah menguasai kelima pintu abyss itu.
“APA YANG KAU LAKUKAN, BODOH! JANGAN KEMARI!”
Shien mulai mengumpat-ngumpat adiknya itu tetapi matanya masih tetap terfokus pada serangan dari Duke Novadion. Shien berusaha mengalihkan perhatian Duke Novadion sejenak, dia berpikir untuk member Shein ‘hadiah’ itu lebih awal. Ini semua di luar rencananya. Shien mengira Shein tidak akan berani datang ke capital of Sabrie.
Shien memapah Shein segera, menuju pintu abyss yang telah di siapkannya. Inilah yang di maksud Shien dengan hadiah khusus untuk adiknya itu.
“Kau juga ikut, Rhea… sebaiknya kau jaga mastermu di sini,” perintah Shien padanya dengan tatapan liciknya.”Pintu ini akan menuju rumah baru, untuk kalian berdua.”
=======================================================
Dingin…
Di mana ini? Kenapa sedikit sekali cahaya di sini? Apakah aku sudah kembali ke kediaman Einverd? Perang sudah usai? Atau apakah aku sudah mati sekarang?
Kurasakan ada yang menetes, mengenai wajahku. Tapi aku tak bisa melihatnya dengan jelas. Apa itu?
Aku mencoba mengucek-ngucek mataku, melihat di mana dan apa yang ada di sekitarku sebenarnya.
“Te… tempat apa ini?”
Kini sepenuhnya mataku dapat bekerja dengan baik. Dengan cahaya yang sedikit, aku melihat sekelilingku. Gelap, dan sungguh berantakan. Banyak sekali sepertinya barang-barang aneh dan seperti ada pecahan kaca di mana-mana. Kulihat di bawah kakiku, ada air. Air itu hitam, dan untungnya tidak terlalu tinggi. Hanya menggenangi sampai mata kakiku saja.
Apakah aku hanya sendiri di sini?
Kulihat lagi di sekitarku. Sepi. Dan tak jauh dari sana kulihat seorang gadis juga jatuh pingsan. Itu… Rhea?
Aku segera menuju ke tempat Rhea pingsan tersebut, mencoba membangunkannya dan bertanya di mana sebenarnya aku dan dia berada. Mungkinkah Rhea tau soal tempat ini?
“Hei, Rhea… bangunlah,” Shein mencoba membangunkan Rhea dengan guncangan yang biasa. Tak di sangka, Rhea terbangun hanya dengan sekali guncangan.”Kau tau di mana kita sekarang? Apakah ini masih bagian dari gudang tadi?”
Rhea terlihat pucat sekali ketika mempehatikan tempat di sekelilingnya. Itu memang abyss, dan dia pernah di kurung di sini. Dan untuk yang kedua kalinya, Rhea terkurung lagi sekarang. Di tempat yang seperti neraka ini.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Ini semua di luar dugaanku. Kenapa Shien-nii sama melakukan ini semua? Apa salahku sebenarnya sampai-sampai nii-sama mengirimku ke neraka ini?
Dan di mulailah hari-hariku di abyss bersama Rhea. Tidak ada roti prancis ataupun makanan dan minuman mewah di Abyss. Aku tidak punya waktu untuk bermanja-manja dan mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin. Yang harus di lakukan hanyalah bertahan hidup. Bertahan agar tetap hidup dan menghadapi para chain yang menyerangku terus-menerus.
Walaupun aku memang benar-benar tersiksa ada di dalam penjara Abyss ini, aku mungkin belajar beberapa hal. Aku mulai melatih Phoebe, dan menjadikannya chain yang hebat. Mungkin jika aku tidak masuk ke Abyss, Phoebe akan selamanya menjadi chain yang lemah… yah, seperti masternya.
Aku kelaparan dan kehausan ketika di Abyss. Sungguh sulit mendapatkan makanan dan minuman di sana. Aku tersiksa di dalam sana. Belum lagi jika ada chain yang menyerang, mau tidak mau selemah apapun tubuhku ini aku harus melawannya untuk bertahan hidup. Rhea atau Phoebe biasanya mencarikan makanan dan minuman untukku, dan juga melindungiku dari chain-chain itu. Tanpanya, mungkin aku sudah membusuk di Abyss.
Lama. Lama sekali kumenunggu di Abyss. Menunggu dan berharap bahwa seseorang akan menyelamatkanku dari semua siksaan ini. Kapan?
Aku semakin merasa sendiri… dan kurasa aku memang sudah putus asa untuk mencoba keluar dari Abyss ini. Mustahil kah?
….Cahaya
Kulihat ada cahaya.
Cahaya itu berbeda dengan cahaya yang biasa kulihat. Bukan cahaya buram yang menerangi Abyss ini. Cahaya itu begitu indah, aku seperti melihat sesuatu di sana. Sebuah pintu?
Aku segera memanggil Rhea, memerintahkannya untuk mengikutiku kearah pintu itu. Entah mengapa hatiku benar-benar familiar dengan cahaya itu, tatapanku hanya tertuju pada arah cahaya itu, dan tanpa di sadari aku berjalan menuju pintu itu. Pintu keluar dari Abyss.
Do’aku selama ini terkabul ya?
Salah satu member keluarga Einverd membantuku untuk keluar dari Abyss. Dia memberikan sebuah surat, surat dari Shien. Isi surat itu sudah cukup jelas untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaanku ketika di Abyss. Jadi Shien nii-sama terpaksa mengirimku ke Abyss gara-gara peperangan itu?
“Di mana Shien nii-sama sekarang?” aku mulai bertanya, pada pelayan yang ada di sana.
“Shien-sama… sudah meninggal di peperangan 100 tahun yang lalu. Kalaupun dia masih hidup, seratus tahun bukanlah waktu yang sedikit. Mungkin dia sudah mati,” jawab sang pelayan.
Seratus tahun yang lalu? Kenapa waktu berjalan cepat sekali? Bukankah baru beberapa minggu yang lalu?
“Hilangnya Shein-sama juga menjadi berita yang menggemparkan bagi kami semua. Tetapi ternyata Shein-sama berada di abyss ya? Wajar saja jika Shein-sama merasakan waktu di Abyss memang jauh berbeda dengan dunia nyata. Itu yang kutahu soal abyss. Dimensi yang tidak memiliki waktu,” pelayan itu menjelaskan panjang lebar padaku.
Aku masih belum mengerti. Yang kusadari keadaan sekitarku sudah benar-benar berbeda dari pada keadaan sebelum aku masuk Abyss. Yang pasti, aku dapat memastikan, di dunia nyata ternyata sudah seratus tahun berjalan.
“Shein-sama apakah tertarik menjadi leader keluarga Einverd?”
Aku? Leader? Kurasa itu mustahil.
“Jika Shein-sama tertarik, Shein-sama bisa mengikuti pelatihannya. Lagi pula Shein-sama merupakan generasi ketiga keluarga Einverd. Jadi Shein-sama lah yang berhak menggantikan posisi Shien-sama sebagai leader.”
Menggantikan posisi nii-sama? Kurasa… itu bukan ide yang buruk.
“Biarkan aku mencobanya.”
=======================================================
Aku terdiam di pojok ruangan, menghindari keramaian. Ya, aku bosan. Bosan dari tadi bebasa-basi dengan para bangsawan lainnya. Tidak ada satu pun perempuan yang membuatku tertarik di pesta penobatan leader baru keluarga Einverd ini. Membosankan.
“SHEIN-SAMA, GAWAT!” salah seorang pelayanku berteriak-teriak di tengah pesta, membuat kepalaku semakin pusing saja.”Ada seorang gadis yang terluka di depan!”
Terluka? Kenapa pada saat seperti ini?
Aku menuju keluar, melihat kebenaran dari apa yang di katakana oleh pelayanku itu. Dan ternyata benar. Ada seorang gadis yang pingsan, dan banyak sekali luka cambukkan di tubuhnya. Cambukkan penjaga Abyss.
“Panggilkan dokter, sekarang.”
Kebetulan ternyata bisa ada di manapun. Bahkan pertemuanku dengan Ivvi juga. Mungkin bisa di sebut kebetulan. Dan satu lagi yang kuketahui…
Petualangan ini baru saja di mulai.
END
Aku terus berjalan, melewati pepohonan dan angin malam terus menerpaku. Peperangan sepertinya sudah di mulai, dan aku memang memaksa Knight-ku untuk mengantarkanku ke sana, ke tempat itu, walau knight-ku itu memang benar-benar keras kepala sehingga aku harus mengancamnya terlebih dahulu.
Kulihat Rhea, dia terlihat gugup. Wajar saja, akupun sangat gugup, aku sendiri tak yakin apakah aku sanggup melihat peperangan itu, apalagi bergabung di sana. Apakah aku sanggup? Aku selalu saja seperti ini, memaksakan diriku sendiri padahal aku sendiri tidak yakin apakah aku sanggup atau tidak.
“Tenangkan dirimu, Rhea… aku tau ini salahku, tapi kita memang harus bergabung ke pertempuran itu, atau setidaknya melihat dan membantu,” ucapku, siapa tau saja dapat menenangkannya.
Dari kejauhan kulihat kota, kota itu sangat jelas, jelas karena ada api di sekitarnya, tepatnya kota itu di kelilingi oleh api. Aku terdiam sejenak, kota ini… bukankah ini kota Sabrie? Aku berlari, bahkan meninggalkan knight-ku jauh di belakangku, ingin segera memastikan kota itu. Kota tempat dia bermain dan bersenang-senang. Apakah mungkin?
“Ukh….”
Aku menghentikan langkah kakiku, tepat sekali di gerbang masuk kota Sabrie. Ada banyak mayat di sana, mayat-mayat penduduk yang terbakar, darah ada di mana-mana, bahkan ada beberapa potong bagian tubuh mayat yang terpisah dari badannya. Aku langsung menutup hidungku, bau menyengat darah ada di mana-mana, itu jelas membuatku mual.
Di mana para penduduk yang selalu tersenyum padaku? Di mana bunga-bunga indah yang selalu menghiasi gerbang masuk kota ini? Di mana bintang-bintang yang selalu bertaburan di langit kota ini? Tidak ada. Hilang. Musnah. Yang ada hanyalah lautan darah sekarang. Tubuhku lemas melihat semua itu, aku terjatuh, masih menutupi hidungku dengan salah satu tanganku. Inikah yang dinamakan peperangan?
“SHEIN-SAMA!”
Knight itu menghampiriku, dia panik melihatku terjatuh, ya itulah tugas knight, melindungi masternya. Tiba-tiba saja aku teringat Shien-nii sama. Apakah dia baik-baik saja? Bagaimana kalau sesuatu yang buruk terjadi padanya? Tidak…
“KITA CARI SHIEN-NII SAMA SEKARANG… ayo, Rhea,” Shein menarik tangan Rhea, dia panik membayangkan kakak satu-satunya itu sedang luka-luka parah, bahkan tidak ada lagi di dunia ini.
Aku dan Rhea berlari meninggalkan Knight-ku itu. Dia tetap memanggil-manggilku agar aku tidak memasuki kota Sabrie lebih dalam, tapi aku tidak mendengarnya, di dalam pikiranku hanya ada Shien. Kulewati rumah-rumah penduduk yang sudah terbakar, kadang aku menginjak darah yang berceceran di tanah. Aku sudah tak peduli lagi dengan darah atau mayat-mayat itu, hanya Shien, keselamatan Shien.
====================================================
Shien tertawa. Dia begitu menikmati peperangan ini, darah sudah melumuri baju bangsawannya. ILLE HOLE-nya masih aktif, menghisap banyak orang di sekitarnya dan membuat mereka tersiksa. Pedang warisan keluarga Einverd di pegangnya dan di gunakan sebagai pencabik tubuh mangsa yang ingin di bunuhnya.
“LIHATLAH! INI AKIBAT DARI KALIAN YANG MELAWAN KE-ABSOLUTANKU!”
Shien kembali memotong-motong tubuh member Novadion yang ada di depannya. Wajahnya memperlihatkan kesenangan dalam membunuh, dan dia tertawa terus seperti orang gila. Setelah puas membunuh member DUKE HOUSES, Shien berhenti dan menuju sebuah gudang yang ada di dekat sana. Moodnya terlihat sangat bagus karena semua yang di rencanakannya berjalan mulus. Dia sengaja tidak memberi tahu penduduk kota Sabrie peperangan hari ini, dan beberapa illgal chain yang sengaja di keluarkannya untuk membunuh para penduduk.
“Kalian semua benar-benar bodoh. Pikiranku yang absolute ini tak akan ada yang dapat mengalahkannya,” Shien menuju sebuah pintu, itu pintu menuju abyss yang dimiliki oleh keluarga Einverd.
Shien ingin melakukan sesuatu, dan seluruh pintu sudah ada di depannya kini. Dia sebentar lagi akan menguasai abyss, dan menghancurkan seluruh kota, ah bukan, bahkan seluruh dunia akan dirubahnya menjadi abyss.
“Sebentar lagi, Shien…kau akan merubah dunia, ya, itu benar,” Shien mendekatkan tangannya ke pintu-pintu tersebut, tetapi ternyata ada sebuah pisau yang melaju cepat ke arah pintu tersebut. Tepat menancap di dekat tangan Shien, tetapi pisau tersebut tak mengenainya. Shien melihat pisau itu, ada lambang Novadion.
Shien hanya tersenyum licik melihat pisau NOVADION itu hampir saja mengenainya. Tetapi Shien masih dalam posisi menghadap pintu tersebut, dia masih mengira-ngira siapa yang melemparkan pisau tersebut.
“Wah, wah…kau masih bisa bertahan ya, Stein-san,” Shien berbalik, dan melihat Stein yang luka parah tetapi masih nekat untuk melakukan hal seperti melempar pisau padanya.
Shien memilih untuk bermain-main sebentar sebelum membunuh Stein. Shien dengan mudahnya menghindari setiap serangan yang di berikan oleh Stein. Lagi pula gerakan Stein mulai melambat, karena lukanya, dia memaksakan diri untuk menyerang Shien. Shien mulai bosan menghindar terus, dan dia mempunyai ide, membuat Stein lebih tersiksa dari pada mati di bunuh olehnya.
Shien mendekati Stein yang sudah tidak bisa bergerak lagi. Stein saat itu hanya bisa mengumpat-ngumpat tindakan Shien. Shien mendekati telinga Stein, dan berbisik.
“Kau tau? Sebaiknya kau berterima kasih padaku, karena aku lebih memilih untuk menyiksamu terlebih dahulu sebelum membunuhmu.”
Shien memukul keras-keras tubuh Stein, memukulnya sampai pingsan dan menyeretnya masuk ke pintu, tepatnya pintu yang menuju abyss. Itulah maksud Shien, ‘Menyiksa terlebih dahulu sebelum membunuhnya’. Shien ingin sekali melihat Stein yang mati di siksa oleh para illegal chain di abyss.
“STEIN!” terdengar suara panggilan Duke Novadion yang baru saja menyadari anaknya tersebut sudah di jatuhkan ke abyss oleh Shien. Duke Novadion baru datang, tentu dia tidak mengerti apa yang telah terjadi di sana.
=======================================================
Aku merasakan adanya hawa ILLE-HOLE di sekitar sini. Pasti, onii-sama tak jauh dari sini. Mungkinkah di gudang itu?
Aku segera menuju ke sana, berharap Shien baik-baik saja dan semuanya akan kembali seperti semula. Ya, seperti dulu. Aku dan Shien yang selalu hidup damai di kediaman Einverd.
“Shien nii-sa…,” tiba-tba saja aku benar-benar terkejut dengan apa yang telah kulihat di dalam gudang tersebut. Shien sedang bertarung melawan Duke Novadion. Dan bodohnya lagi aku sendiri tak tau harus berbuat apa ketika melihat Shien yang sedang kesulitan melawan Duke Novadion. Apa yang harus kulakukan?
Shien terluka cukup parah akibat serangan dari Duke Novadion yang bertubi-tubi. Duke Novadion tiba-tiba saja kekuatan chainnya langsung naik drastis ketika melihat anaknya, Stein di jatuhkan ke abyss oleh Shien. Tangan kanan Shien terluka parah, dan itu agak menyulitkannya untuk memerintahkan ILLE-HOLE menyerang Duke Novadion.
“Ukh…,” Shien memegangi tangan kanannya yang darahnya terus-menerus keluar, tak berhenti akibat serangan bertubi-tubi itu. Darah terus menetes, ke lantai gudang tersebut. Itu tentu membuatku panic akan Shien.
“SHIEN-NII SAMA!” aku berusaha berguna untuknya, tadinya aku ingin mengaktifkan kekuatan chain Rhea, menjadi Phoebe, tapi bagaimana caranya? Tak ada yang bisa kulakukan selain mengeluarkan pedangku dan menyerang Duke Novadion.
Duke Novadion itu dengan mudahnya menangkis seranganku dengan Chainnya. Aku terpental dan mengenai pintu gudang dengan kekuatan dorongan yang kurasa cukup keras dan wajar saja aku langsung terpental. Karena aku tidak bisa menggunakan pedang dan semacamnya. Yang kulakukan memang hanya terbaring lemah di kasurku. Lalu kenapa aku melakukan ini jika aku tak yakin dengan semua yang kulakukan, huh?
Shien yang baru saja menyadari kedatangan adik kembarnya tersebut tidak terlalu terkejut ketika melihat Shein yang terpental cukup keras itu, dia hanya takut Shein mengganggu petarungannya. Padahal Shien sudah menyiapkan ‘hadiah’ khusus untuk Shein jika dia sudah menguasai kelima pintu abyss itu.
“APA YANG KAU LAKUKAN, BODOH! JANGAN KEMARI!”
Shien mulai mengumpat-ngumpat adiknya itu tetapi matanya masih tetap terfokus pada serangan dari Duke Novadion. Shien berusaha mengalihkan perhatian Duke Novadion sejenak, dia berpikir untuk member Shein ‘hadiah’ itu lebih awal. Ini semua di luar rencananya. Shien mengira Shein tidak akan berani datang ke capital of Sabrie.
Shien memapah Shein segera, menuju pintu abyss yang telah di siapkannya. Inilah yang di maksud Shien dengan hadiah khusus untuk adiknya itu.
“Kau juga ikut, Rhea… sebaiknya kau jaga mastermu di sini,” perintah Shien padanya dengan tatapan liciknya.”Pintu ini akan menuju rumah baru, untuk kalian berdua.”
=======================================================
Dingin…
Di mana ini? Kenapa sedikit sekali cahaya di sini? Apakah aku sudah kembali ke kediaman Einverd? Perang sudah usai? Atau apakah aku sudah mati sekarang?
Kurasakan ada yang menetes, mengenai wajahku. Tapi aku tak bisa melihatnya dengan jelas. Apa itu?
Aku mencoba mengucek-ngucek mataku, melihat di mana dan apa yang ada di sekitarku sebenarnya.
“Te… tempat apa ini?”
Kini sepenuhnya mataku dapat bekerja dengan baik. Dengan cahaya yang sedikit, aku melihat sekelilingku. Gelap, dan sungguh berantakan. Banyak sekali sepertinya barang-barang aneh dan seperti ada pecahan kaca di mana-mana. Kulihat di bawah kakiku, ada air. Air itu hitam, dan untungnya tidak terlalu tinggi. Hanya menggenangi sampai mata kakiku saja.
Apakah aku hanya sendiri di sini?
Kulihat lagi di sekitarku. Sepi. Dan tak jauh dari sana kulihat seorang gadis juga jatuh pingsan. Itu… Rhea?
Aku segera menuju ke tempat Rhea pingsan tersebut, mencoba membangunkannya dan bertanya di mana sebenarnya aku dan dia berada. Mungkinkah Rhea tau soal tempat ini?
“Hei, Rhea… bangunlah,” Shein mencoba membangunkan Rhea dengan guncangan yang biasa. Tak di sangka, Rhea terbangun hanya dengan sekali guncangan.”Kau tau di mana kita sekarang? Apakah ini masih bagian dari gudang tadi?”
Rhea terlihat pucat sekali ketika mempehatikan tempat di sekelilingnya. Itu memang abyss, dan dia pernah di kurung di sini. Dan untuk yang kedua kalinya, Rhea terkurung lagi sekarang. Di tempat yang seperti neraka ini.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Ini semua di luar dugaanku. Kenapa Shien-nii sama melakukan ini semua? Apa salahku sebenarnya sampai-sampai nii-sama mengirimku ke neraka ini?
Dan di mulailah hari-hariku di abyss bersama Rhea. Tidak ada roti prancis ataupun makanan dan minuman mewah di Abyss. Aku tidak punya waktu untuk bermanja-manja dan mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin. Yang harus di lakukan hanyalah bertahan hidup. Bertahan agar tetap hidup dan menghadapi para chain yang menyerangku terus-menerus.
Walaupun aku memang benar-benar tersiksa ada di dalam penjara Abyss ini, aku mungkin belajar beberapa hal. Aku mulai melatih Phoebe, dan menjadikannya chain yang hebat. Mungkin jika aku tidak masuk ke Abyss, Phoebe akan selamanya menjadi chain yang lemah… yah, seperti masternya.
Aku kelaparan dan kehausan ketika di Abyss. Sungguh sulit mendapatkan makanan dan minuman di sana. Aku tersiksa di dalam sana. Belum lagi jika ada chain yang menyerang, mau tidak mau selemah apapun tubuhku ini aku harus melawannya untuk bertahan hidup. Rhea atau Phoebe biasanya mencarikan makanan dan minuman untukku, dan juga melindungiku dari chain-chain itu. Tanpanya, mungkin aku sudah membusuk di Abyss.
Lama. Lama sekali kumenunggu di Abyss. Menunggu dan berharap bahwa seseorang akan menyelamatkanku dari semua siksaan ini. Kapan?
Aku semakin merasa sendiri… dan kurasa aku memang sudah putus asa untuk mencoba keluar dari Abyss ini. Mustahil kah?
….Cahaya
Kulihat ada cahaya.
Cahaya itu berbeda dengan cahaya yang biasa kulihat. Bukan cahaya buram yang menerangi Abyss ini. Cahaya itu begitu indah, aku seperti melihat sesuatu di sana. Sebuah pintu?
Aku segera memanggil Rhea, memerintahkannya untuk mengikutiku kearah pintu itu. Entah mengapa hatiku benar-benar familiar dengan cahaya itu, tatapanku hanya tertuju pada arah cahaya itu, dan tanpa di sadari aku berjalan menuju pintu itu. Pintu keluar dari Abyss.
Do’aku selama ini terkabul ya?
Salah satu member keluarga Einverd membantuku untuk keluar dari Abyss. Dia memberikan sebuah surat, surat dari Shien. Isi surat itu sudah cukup jelas untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaanku ketika di Abyss. Jadi Shien nii-sama terpaksa mengirimku ke Abyss gara-gara peperangan itu?
“Di mana Shien nii-sama sekarang?” aku mulai bertanya, pada pelayan yang ada di sana.
“Shien-sama… sudah meninggal di peperangan 100 tahun yang lalu. Kalaupun dia masih hidup, seratus tahun bukanlah waktu yang sedikit. Mungkin dia sudah mati,” jawab sang pelayan.
Seratus tahun yang lalu? Kenapa waktu berjalan cepat sekali? Bukankah baru beberapa minggu yang lalu?
“Hilangnya Shein-sama juga menjadi berita yang menggemparkan bagi kami semua. Tetapi ternyata Shein-sama berada di abyss ya? Wajar saja jika Shein-sama merasakan waktu di Abyss memang jauh berbeda dengan dunia nyata. Itu yang kutahu soal abyss. Dimensi yang tidak memiliki waktu,” pelayan itu menjelaskan panjang lebar padaku.
Aku masih belum mengerti. Yang kusadari keadaan sekitarku sudah benar-benar berbeda dari pada keadaan sebelum aku masuk Abyss. Yang pasti, aku dapat memastikan, di dunia nyata ternyata sudah seratus tahun berjalan.
“Shein-sama apakah tertarik menjadi leader keluarga Einverd?”
Aku? Leader? Kurasa itu mustahil.
“Jika Shein-sama tertarik, Shein-sama bisa mengikuti pelatihannya. Lagi pula Shein-sama merupakan generasi ketiga keluarga Einverd. Jadi Shein-sama lah yang berhak menggantikan posisi Shien-sama sebagai leader.”
Menggantikan posisi nii-sama? Kurasa… itu bukan ide yang buruk.
“Biarkan aku mencobanya.”
=======================================================
Aku terdiam di pojok ruangan, menghindari keramaian. Ya, aku bosan. Bosan dari tadi bebasa-basi dengan para bangsawan lainnya. Tidak ada satu pun perempuan yang membuatku tertarik di pesta penobatan leader baru keluarga Einverd ini. Membosankan.
“SHEIN-SAMA, GAWAT!” salah seorang pelayanku berteriak-teriak di tengah pesta, membuat kepalaku semakin pusing saja.”Ada seorang gadis yang terluka di depan!”
Terluka? Kenapa pada saat seperti ini?
Aku menuju keluar, melihat kebenaran dari apa yang di katakana oleh pelayanku itu. Dan ternyata benar. Ada seorang gadis yang pingsan, dan banyak sekali luka cambukkan di tubuhnya. Cambukkan penjaga Abyss.
“Panggilkan dokter, sekarang.”
Kebetulan ternyata bisa ada di manapun. Bahkan pertemuanku dengan Ivvi juga. Mungkin bisa di sebut kebetulan. Dan satu lagi yang kuketahui…
Petualangan ini baru saja di mulai.
END
Alfonze Alger- Admin
- Posts : 10769
Points : 11096
Join date : 2009-06-18
Age : 32
Location : Bandung
Character Bio
Character Name: Alfonze Alger
Status: Gavium Family
Job: Knight, pandora elite officer, contractor,
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum